Ada informasi bahwa sekelompok orang itu adalah `combatant-combatant` atau premen yang dipersenjatai dan dibina sejak era Orde Baru sehingga dua institusi itu perlu melakukan investigasi secara simultan (serentak),"
Semarang (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI Eva Kusuma Sundari memandang perlu Polri dan TNI melakukan investigasi secara simultan terhadap kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan Sleman yang mengakibatkan empat tahanan tewas, Sabtu dini hari.
"Ada informasi bahwa sekelompok orang itu adalah `combatant-combatant` atau premen yang dipersenjatai dan dibina sejak era Orde Baru sehingga dua institusi itu perlu melakukan investigasi secara simultan (serentak)," katanya menjawab pertanyaan Antara di Semarang, Sabtu siang.
Eva mengutuk keras aksi penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan Sleman oleh kelompok bersenjata yang menembaki empat tersangka pengeroyokan anggota TNI hingga tewas.
Lapas Cebongan Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (23/3) dini hari diserang sekelompok orang bersenjata api, dan menembak mati empat tahanan yang diduga terlibat kasus pembunuhan terhadap anggota Kopassus Sertu Santoso di Hugo`s Cafe, Sleman, Selasa (19/3) sekitar pukul 02.45 WIB.
Menurut Kapolda Daerah Istimewa Yogyakarta Brigjen Polisi Sabar Raharjo, penyerangan Lapas Cebongan pada Sabtu sekitar pukul 02.00 WIB itu dilakukan oleh sekitar 17 orang. Mereka masuk ke lapas dengan cara melompat pagar.
Eva yang juga Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI itu mengemukakan bahwa peristiwa itu merupakan tindakan "alarming" (mengkhawatirkan) terhadap semua angkatan yang memegang senjata agar dalam pendidikan tidak dibangun solidaritas korps yang membuta sehingga menjadi teror.
Apalagi, katanya, tujuan penembakan adalah dorongan "spirit the corps" (semangat korps) karena targetnya spesifik, yaitu tahanan titipan terkait dengan kasus pengeroyokan anggota Kopassus.
Anggota Komisi III (Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan DPR RI) itu juga mendorong polisi dan TNI melakukan investigasi secermat-cermatnya sehingga menemukan para pelaku tersebut.
"Sebaliknya, di internal Kopassus harus bertindak kesatria untuk memeriksa para anggota pasukan, termasuk senjata-senjata yang dipegang diperiksa, jumlah peluru dibanding sebelum insiden, termasuk presensi (kehadiran)," katanya.
Menurut dia, hal itu juga alarm untuk para pejabat di Jakarta, termasuk Presiden RI dan menteri-menteri yang sibuk menuduh sipil melakukan kudeta, sementara lalai untuk mengontrol aparat keamanan untuk tidak melakukan tindakan-tindakan "extra judicial killing" sebagaimana kecenderungan akhir-akhir ini secara terbuka tanpa malu.
"Saya sungguh risau jika peradilan militer tidak segera dituntaskan, para aparat TNI semakin tidak patuh pada hukum karena diistimewakan ketika melakukan pidana-pidana umum, termasuk pembunuhan," kata Eva.
(D007/M029)
Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013