Sejak 2021 kami sudah mendukung program konservasi gajah untuk 10 tahun ke depan, itu komitmennya. Dalam hal ini kami mendukung infrastruktur dan makanan gajah,
Pekanbaru, (ANTARA) - Selama beberapa dasawarsa, Minas menjadi daerah penghasil minyak yang menopang pendapatan Indonesia. Bahkan Minas yang masuk daerah administrasi Kabupaten Siak, Provinsi Riau, sering dianggap sebagai akronim dari minyak nasional.
Meskipun begitu, di Minas ini tidak semuanya merupakan tempat eksplorasi dan produksi minyak, tapi ada juga yang menjadi lokasi penjagaan ekosistem alam. Ya, di daerah ini terdapat Pusat Konservasi Gajah (PKG) di bawah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Riau.
Untuk mencapai PKG Minas dari Pekanbaru, ada tiga alternatif jalan yang bisa dilewati. Pertama melalui jalan Pertamina Hulu Rokan dengan izin tertentu, kedua Jalan Lintas Pekanbaru-Dumai, dan ketiga Jalan Tol-Pekanbaru-Dumai dengan berhenti di Gerbang Tol Minas.
Lokasi PKG tidak begitu jauh dari simpang keluar Gerbang Tol Minas. Dengan melewati gerbang itu sekitar 1-2 km lokasinya ada sebelah kiri, lalu masuk sekitar 3 km melalui jalan tanah dan bebatuan. Di sisi kiri tampak pipa-pipa besi aliran minyak yang dikelola Pertamina Hulu Rokan saat ini. Akan terlihat juga sumur-sumur minyak yang dikeliling pagar besi, karena memang minyak di sini tidak menggunakan pompa angguk karena tidak berat untuk diangkat ke atas, sehingga lebih seperti pompa air saja.
Dalam perjalanan menuju PKG akan terlihat juga pekerjaan pengeboran sumur baik yang baru maupun perbaikan untuk menambah produksi atau istilahnya "workover". Terlihat rig yang tinggi beserta perlengkapan-perlengkapan berat lainnya yang berada di sekitar.
PKG Minas ini masuk dalam Taman Hutan Rakyat Sultan Syarif Hasyim atau Tahura Minas. Karena itu sebelum masuk lokasi PKG akan ada gerbang selamat datang ke Tahura Sultan Syarif Kasim yang luasnya mencapai sekitar 6 ribu hektare, sedangkan luas kawasan PKG mencapai 20 ha.
Sampai di PKG Minas, sejumlah pihak melakukan aktivitas menjaga 16 ekor gajah. Mulai dari 16 Mahout atau Pawang Gajah, 20 petugas kehutanan BB KSDA Riau Wilayah IV, dan Mitra PHR dalam mendukung upaya konservasi gajah ini yakni Rimba Satwa Foundation.
Tampak seekor gajah bernama Indah datang bersama pawangnya. Para petugas yang lain pun juga sudah membawa puluhan buah-buahan seperti semangka dan nanas. Semangka dibelah menjadi enam, yang kemudian diberikan kepada Indah, pengunjung pun bisa mencoba memberikan semangka tersebut kepada gajah tersebut.
Indah merupakan gajah betina berumur 57 tahun dengan berat sekitar 3 ton. Ia pun menjulurkan belalainya untuk mengambil potongan semangka yang diberikan. Langsung dilahap dan kemudian meminta semangka lagi.
Tak lama berselang datang rombongan gajah lainnya. Ada Vera dan Dayang yang merupakan gajah betina serta Bangkin dan Togar yang merupakan gajah jantan. Dari empat gajah itu hanya Togar yang masih kecil berumur sekitar 2,5 tahun dengan berat masih sekitar 300 kg. Togar merupakan gajah yang dievakuasi dari Cagar Alam Biosfer Giam Siak Kecil di Kabupaten Bengkalis dan Siak.
Tegar dievakuasi karena kakinya terjerat kawat sehingga perlu perawatan dan penyembuhan saat itu. Sekarang untuk kembali ke alam masih dibutuhkan kajian apakah Togar akan mampu beradaptasi atau tidak. Dengan kisahnya itu Togar menjadi favorit pengunjung untuk dibelai. Togar yang tingginya baru sekitar satu meter ini sudah memiliki gading.
Sebanyak 16 gajah di PKG Minas ini, terdiri atas 10 gajah jantan dan enam betina. Semuanya adalah gajah jinak yang berasal dari Lampung dan gajah-gajah yang dievakuasi karena konflik atau interaksi negatif dengan manusia. Satu gajah bernama Rizki, lahir di sini dua tahun lalu dan menjadi yang termuda di PKG Minas.
Keseharian gajah selalu bersama Mahout yang juga bekerja membersihkan kandangnya, memandikan, dan menemani mencari makan. Buah-Buahan yang disediakan saja tidak cukup untuk konsumsi gajah karena porsi makannya sehari sebanyak 10 persen dari berat badannya. Bisa dibayangkan gajah yang berbobot 3 ton maka makannya dalam sehari adalah 300 kg. Untuk itu segala tumbuhan yang ada di Tahura akan menjadi makanan mulai dari rumput, daun dan ranting, selain buah-buahan yang disediakan.
Gajah juga harus berjalan 30 kilometer dalam satu hari yang dilakukan sambil mencari makan. Aktivitas lainnya yakni mandi di aliran air berpasir yang ada di sekitar lokasi. Gajah itu tampak patuh ketika dimandikan Mahout dengan disiram menggunakan gayung.
Dukungan Pertamina Hulu Rokan
PKG Minas berada di sekitar lokasi eksplorasi dan produksi minyak PHR. Karena itu Badan Usaha Milik Negara ini mendukung program konservasi gajah tidak hanya di PKG Minas tapi juga gajah liar yang berada di perlintasan Wilayah Kerja (WK) Rokan, Provinsi Riau. Untuk semua wilayah itu, PHR mengalokasikan dana Rp24 miliar selama 10 tahun untuk membantu makanan dan infrastruktur hewan mamalia darat terbesar tersebut.
"Sejak 2021 kami sudah mendukung program konservasi gajah untuk 10 tahun ke depan, itu komitmennya. Dalam hal ini kami mendukung infrastruktur dan makanan gajah," kata Analyst Social Performance PHR, Priawansyah.
Untuk gajah di PKG Minas, PHR memberikan makanan bernilai sekitar Rp80 ribu satu hari untuk satu ekor. Bantuan tersebut merupakan makanan malam bagi gajah berupa pelepah sawit yang didatangkan oleh pihak ketiga yang ditunjuk Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Riau. Pada sore hari akan datang beberapa truk pelepah sawit untuk gajah. Dalam satu tahun makanan malam gajah itu menghabiskan dana Rp400 juta.
Selain untuk PKG, PHR juga mendukung ekosistem gajah liar dari beberapa kantong seperti Kantong Balai Raja, Bengkalis, dan Giam Siak Kecil yang jumlahnya sekitar 70 ekor. Salah satu di antara 70 gajah itu adalah gajah bernama Codet yang viral saat melintasi Jalan Tol Pekanbaru-Dumai.
Untuk mendukung kelestarian gajah liar yang melintasi WK Rokan mulai dari Duri, Kabupaten Bengkalis, hingga Minas, PHR sudah mengadakan empat "Global Positioning System Collar" atau kalung GPS. Inovasi teknologi GPS Collar untuk bisa melacak keberadaan sekitar 70 gajah liar yang dikalungkan pada leher kepala-kepala suku gajah.
Satu kalung GPS itu harganya sekitar Rp65 juta yang diimpor dari Afrika. Namun realisasinya bukanlah alat itu yang mahal, melainkan proses mengalungkan GPS itu. Butuh biaya operasional yang tidak sedikit untuk mengetahui di mana posisi kawanan gajah tersebut. Setelah bertemu maka pemasangannya harus oleh pihak yang ahli melakukannya. Biasanya dibius, namun gajah tidak pingsan, hanya berdiri saja.
Gajah hidup dengan berjalan hingga 30 km setiap hari bersama rombongan yang biasanya lebih dari 10 ekor. Biasanya gajah yang kecil berada di tengah dilindungi gajah dewasa. Meskipun kadang gajah jantan ada juga yang memisahkan diri.
Dengan kalung GPS tersebut, mitra PHR yang menangani gajah liar tersebut, Rimba Satwa Foundation bisa memantau pergerakan gajah. Apabila gajah sudah mendekat kepada pemukiman warga maka akan diberitahukan.
Selanjutnya RSF bersama petugas kehutanan akan berusaha mengarahkan gajah liar tersebut untuk meninggalkan pemukiman warga. Biasanya dilakukan dengan mercon ataupun dengan gajah jinak dari PKG Minas.
Selain itu, PHR juga menginisiasikan program Agro Forestry kepada desa yang menjadi lintasan gajah, seperti menanam tanaman yang tidak disukai gajah seperti jengkol, jeruk, dan alpukat agar tak terjadi interaksi negatif. Setiap kampung sudah ada orang yang bertanggung jawab mendamaikan gajah dan manusia.
Kepala Seksi Konservasi BB KSDA Riau Wilayah IV, Azmardi mengungkapkan di sekitar PKG Minas ini, juga ada sekitar 11 ekor gajah liar yang berkelana hingga ke Pekanbaru dan Kampar. Tempat yang dilewati gajah tidak pernah berubah dan hewan ini mampu mengingat dengan kuat, misalnya jalan yang dilewatinya 5-10 tahun lalu.
Saat ini sering terjadi masalah gajah mendatangi bahkan merusak permukiman warga. Padahal itu merupakan wilayah yang dilewatinya sebelumnya. Gajah akan tetap melewati meskipun daerah itu sudah berubah menjadi pemukiman, perkebunan, maupun bangunan.
Saat ini warga terus melapor karena merasa terganggu. Petugas pun terpaksa menghalau gajah walaupun itu merusak jalur dan sistem ingatan gajah. "Bagaimana ini supaya lestari ajakan dari kami ke masyarakat agar mengurangi pembukaan areal dan sebagainya," ujar Azmardi.
Saat ini keanekaragaman tanaman yang dimakan gajah juga berkurang, karena ekosistem adalah interaksi secara keseluruhan maka semakin banyak jenis tumbuhan, semakin baik juga kualitas makanan.
"Kami khawatir dengan banyaknya tanaman monokultur di sekeliling sehingga jenis makanannya berkurang. Sama dengan manusia semakin banyak variasi makanan maka akan semakin sehat," ucapnya.
Oleh sebab itu, butuh dukungan dan komitmen bersama untuk menjaga ekosistem gajah di sekitar WK Rokan ini. Kesadaran akan keseimbangan alam harus ditanamkan pada para pihak termasuk masyarakat bahwa hidup di alam perlu berdampingan. Tak bisa semuanya dikooptasi hanya oleh satu kepentingan tertentu.
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023