Kami merupakan teman baik."
Moskow (ANTARA News) - Pemimpin baru China Xi Jinping, dalam lawatan pertama kali ke luar negeri sebagai presiden, mengadakan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Jumat dengan menekankan upaya mencapai kesepakatan di bidang energi dan investasi.
Kesepakatan kunci yang diperkirakan akan ditandatangani kedua negara adalah bahwa Rusia akan meningkatkan pasokan minyak ke China, yang merupakan negara pemakai energi terbesar di dunia, lapor AFP.
"Kami merasa senang atas keputusan anda menjadikan negara kami sebagai tujuan pertama perjalanan ke luar negeri," kata Putin ketika memulai pembicaraan.
"Hubungan China dan Rusia memiliki faktor penting dalam politik internasional."
Xi, yang tiba di Rusia dengan didampingi oleh Ibu Negara China Peng Liyuan, mengatakan ia bersemangat untuk meningkatkan "kerja sama strategis" dengan Putin dan menekankan catatan pribadinya tentang orang terkuat di Rusia itu.
"Kami selalu memperlakukan satu sama lain dengan hati yang terbuka," kata Xi, yang akan mengunjungi Afrika setelah melakukan pertemuan di Moskow.
"Kami merupakan teman baik," kata Xi, yang akan memimpin China --negara dengan perekonomian terbesar dunia-- untuk 10 tahun ke depan.
Putin dan Xi pertama kali bertemu pada tahun 2010 ketika Xi masih menjabat sebagai wakil presiden.
Saat itu Xi mengadakan lawatan ke Moskow untuk melakukan serangkaian pembicaraan.
Sebelumnya pada Kamis, Deputi Perdana Menteri Rusia Dmitry Rogozin dan mitranya dari China, Wang Yang, menyaksikan penandatanganan sejumlah kesepakatan.
Penandatangan antara lain berupa kesepakatan senilai 2 miliar dolar AS (sekira Rp19,5 triliun) yang melibatkan perusahaan energi Rusia En+ Group dan perusahaan batu bara terbesar China, Shenhua Group.
Kedua perusahaan itu sepakat mengembangkan sumber-sumber daya di Timur Jauh Rusia.
Para pakar mengatakan kedua pemimpin akan memanfaatkan kunjungan simbolis itu untuk mencoba memetakan rencana kerjasama untuk 10 tahun mendatang.
"Pada intinya, ini menyangkut jangka waktu baru dalam hubungan antara Rusia dan China," kata Sergei Sanakoyev, pakar China veteran yang memiliki ikatan dengan pemerintah Rusia.
Moskow dan Beijing --kedua negara pernah menjadi musuh selama Perang Dingin-- dalam beberapa tahun terakhir telah meningkatkan kerjasama di saat keduanya tergerak untuk mengimbangi dominasi global AS.
Di lingkungan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, baik China maupun Rusia telah menggunakan hak vetonya (hak menolak) terhadap resolusi-resolusi untuk menjatuhkan sanksi kepada pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang terkunci oleh konflik dua tahun dengan pihak oposisi.
Masalah Suriah dan Korea Utara ditetapkan sebagai agenda penting pembicaraan.
Namun, masalah ekonomi diperkirakan akan menjadi bahan pembicaraan utama antara Rusia --negara penghasil energi terbesar di dunia-- dan China --negara pemakai energi terbesar dunia. (T008/M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013