Semarang (ANTARA) - Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta Mahkamah Agung (MA) untuk mengeluarkan aturan soal nasib anak-anak yang kedua orang tuanya berbeda agama dan telah dicatatkan sah menurut hukum.
"Tentang nasib anak-anaknya nanti saya minta kepada pihak Mahkamah Agung untuk menetapkan statusnya secara hukum kenegaraan, itu nanti kita seperti apa, sama minta MA yang menetapkan yang sudah terlanjur ditetapkan nanti, apakah dibatalkan, apakah itu diberi semacam pengakuan nanti segi hukumnya Mahkamah Agung," kata Wapres Ma'ruf Amin usai menghadiri puncak peringatan Hari Anak Nasional di Semarang, Jawa Tengah, Minggu.
Diketahui Ketua MA M Syarifuddin mengeluarkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat Beragama yang Berbeda Agama dan Kepercayaan.
Isi SEMA No. 2 tahun 2023 itu adalah melarang hakim untuk mengabulkan permohonan pernikahan beda agama.
Baca juga: Anggota DPR apresiasi MA terbitkan SEMA larangan perkawinan beda agama
Baca juga: MUI apresiasi MA yang terbitkan SE larangan nikah beda agama
"Soal larangan, edaran (MA) itu sudah selesai yang kemarin menjadi semacam perdebatan, pengadilan boleh menetapkan atau tidak boleh menetapkan, menurut edaran Mahkamah Agung itu berarti tidak boleh lagi ke depan ditetapkan," ungkap Wapres.
Sedangkan dari sisi sah atau tidaknya pernikahan tersebut, Wapres Ma'ruf menyerahkannya kepada organisasi masing-masing agama.
"Dari segi sah tidaknya itu ada pada masing-masing agama. Mungkin dari agama Islam ada Majelis Ulama, nanti agama Kristen ada KWI, PGI, dan juga agama-agama lain. Dari yang sudah terlanjur, saya minta MA menetapkan nasib yang sudah tercatatkan itu, apakah diberi atau justru dibatalkan karena tidak sesuai peraturan yang dipegang atau yang dibikin dasar oleh MA," tutur Wapres.
SEMA No. 2 tahun 2023 itu berisi dua aturan, yakni:
1. Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
2. Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan.
Baca juga: 2 hakim MK berbeda pendapat terkait perkawinan beda agama
Sebelumnya, beberapa pengadilan di Indonesia pernah mengabulkan permohonan pernikahan beda agama dengan bersandar pada UU Adminduk, putusan MA nomor 1400/K/Pdt/1986, dan alasan sosiologis. Contohnya pada Juni 2022, Pengadilan Negeri Surabaya mengesahkan pernikahan beda agama pasangan Islam dan Kristen. Dalam putusan-nya hakim memerintahkan dukcapil mencatatkan perkawinan tersebut.
Kemudian pada akhir November 2022, Pengadilan Negeri Tangerang juga mengesahkan perkawinan sepasang pengantin beragama Islam dan Kristen, Pengadilan Negeri Yogyakarta juga pernah mengesahkan pernikahan Islam dan Katolik.
Selanjutnya hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan I Dewa Made Budiwatsara mengizinkan beragama Islam dan Katolik mendaftarkan perkawinan-nya ke Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jaksel. Terkini PN Jakarta Pusat yang pada akhir Juni 2023 membolehkan pernikahan beda agama terhadap pasangan beragama Kristen dan Islam.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023