"Dalam tiga kali proses pemeriksaan, terdakwa tidak pernah diperiksa dan dibuat BAP atas dua pasal terakhir. Hal ini melanggar hak asasi terdakwa karena dakwaan tersebut sekonyokng-konyong muncul dari `dunia` lain," kata Adnan Buyung.

Jakarta (ANTARA News) - Dalam eksepsi menanggapi dakwaan terhadap mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri Komisaris Jenderal Suyitno Landung (56), tim penasehat hukum terdakwa meminta Majelis Hakim untuk menolak surat dakwaan yang dinilai rancu. "Meminta Majelis Hakim untuk menerima keberatan seluruhnya serta menyatakan surat dakwaan bernomor Pds-69/Ft/Jkts?06/2006 tidak dapat diterima dan ditolak," kata penasehat hukum Suyitno Landung, Adnan Buyung Nasution di PN Jakarta Selatan, Kamis. Pada sidang terdahulu, Landung didakwa dengan pasal dakwaan alternatif karena menerima gratifikasi berupa kendaraan Nissan X-Trail yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajibannya sehingga dinilai melanggar Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Suyitno disebut menerima gratifikasi lebih dari Rp10 juta berupa satu unit mobil Nissan X-Trail seharga Rp247 juta bernomor polisi B 8920 AP dari Adrian Waworuntu (terpidana seumur hidup) yang waktu itu berstatus tersangka dalam kasus pembobolan BNI Kebayoran Baru oleh PT Gramarindo Grup. Surat dakwaan tersebut, menurut Tim Kuasa Hukum Landung, bersifat rancu karena tidak memenuhi syarat materil yang mengharuskan surat dakwaan haruslah lengkap dan cermat dalam menguraikan tindak pidana yang dilakukan terdakwa. "Surat dakwaan itu obscuur libel atau kabur atau rumusannya mengandung uraian yang bertentangan antara satu hal dengan yang lain," katanya lagi. Disebutkan dalam eksepsi itu bahwa dakwaan ketiga bertentangan dengan dakwaan pertama dan kedua, dimana pada dakwaan pertama, subyek hukum terdakwa Landung disebut selaku Wakabareskrim sementara pada dakwaan ketiga jabatannya disebut sebagai Kabareskrim. Demikian pula masalah waktu perkara, pada dakwaan pertama dan kedua menyebutkan terjadinya pidana pada 30 Desember 2003 hingga 6 Januari 2004 sementara dakwaan ketiga menyebut antara 30 Desember 2003 hingga 16 Agustus 2004.Landung, menurut kuasa hukumnya, didakwa dalam surat dakwaan yang tidak menguraikan secara jelas uraian perbuatan pidananya melainkan hanya kronologis kejadian saja. Jaksa Penuntut Umum, menurut Buyung dan timnya, tidak menguraikan mengenai perbuatan apa yang telah dilakukan oleh Landung yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya berkaitan dengan penerimaan Nissan X-Trail dari Ishak dan Adrian Waworuntu. Buyung dan timnya juga berpendapat kliennya yang awalnya dipersangkakan melangar hukum seperti diatur dalam pasal 11 UU No 31/1999 jo UU No 20/2001 itu, "sekonyong-konyong" didakwa dengan pasal 12 B ayat (1) huruf (a) jo pasal 12 C ayat (2) UU No 20/2001 dan pasal 5 ayat (2) undang-undang yang sama. "Dalam tiga kali proses pemeriksaan, terdakwa tidak pernah diperiksa dan dibuat BAP atas dua pasal terakhir. Hal ini melanggar hak asasi terdakwa karena dakwaan tersebut sekonyokng-konyong muncul dari `dunia` lain," kata penasehat hukum Landung lagi. Dalam kesimpulannya, Adnan Buyung Nasution meminta Majelis Hakim menolak dakwaan terhadap terdakwa Suyitno Landung dan membebaskan kliennya dari penahanan. Majelis Hakim yang diketuai Soedarmadji menunda sidang hingga Kamis, 29 Juni dengan agenda pembacaan tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas eksepsi tersebut.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006