Roma (ANTARA) - Negara-negara dari kawasan Mediterania dan Timur Tengah akan bertemu di Roma pada Minggu (23/7) untuk mendorong upaya-upaya membendung arus migrasi ilegal.
Italia menyatakan tujuan konferensi tersebut adalah mencari cara untuk membantu negara-negara di Afrika sehingga dorongan untuk bermigrasi ke Eropa bisa berkurang.
Pertemuan itu akan berfokus pada membangun kemitraan bagi proyek-proyek di bidang antara lain pertanian, infrastruktur dan kesehatan, menurut pejabat Italia pada Jumat (21/7)
"Konferensi itu bertujuan untuk mengatur fenomena migrasi, memerangi perdagangan manusia dan mempromosikan perkembangan perekonomian berdasarkan model baru kerja sama antarnegara," ujar pernyataan itu.
Peserta konferensi antara lain Tunisia, Turki, Libya, Aljazair, dan Uni Emirat Arab (UEA), selain juga Uni Eropa dan IMF, kata pejabat Italia kepada Reuters.
Meski demikian, Prancis, kekuatan utama di kawasan Mediterania yang berselisih dengan Italia tahun lalu terkait migrasi, tidak dijadwalkan hadir dan hal itu dapat melemahkan hasil konferensi.
Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, yang melihat adanya peningkatan migrasi ke Italia tahun ini, memprioritaskan untuk melibatkan negara-negara lain dalam rencana untuk mencegah orang menempuh perjalanan berbahaya untuk mencapai Eropa.
Meloni, yang memimpin koalisi sayap kanan sejak Oktober, sejauh ini masih gagal membendung peningkatan migrasi itu. Sebanyak 83.400 migran telah tiba tahun ini, jika dibandingkan dengan jumlah di tahun 2022 sebanyak hampir 34.000 migran.
Setidaknya 94 orang tewas ketika kapal mereka kandas di lepas pantai Calabria pada akhir Februari.
Pemerintah mengatakan konferensi itu juga akan membahas isu terkait perubahan iklim dan energi, sejalan dengan langkah Italia untuk mengimplementasikan inisiatif kerja sama energi dengan Afrika, yang disebut "Rencana Mattei", berdasarkan nama pendiri kelompok energi Italia, Eni, pascaperang.
Konferensi itu digelar hanya seminggu setelah Uni Eropa menandatangani perjanjian kemitraan dengan Tunisia, salah satu tempat pemberangkatan migran utama, menjanjikan dana hingga 1 miliar Euro (sekitar Rp16,7 triliun) untuk memerangi penyelundupan manusia dan membantu meningkatkan perekonomiannya yang terpuruk.
Kelompok advokasi Human Rights Watch mengatakan bantuan dana itu "gagal memberikan jaminan bahwa pihak berwenang Tunisia akan mencegah pelanggaran HAM bagi para migran dan pencari suaka", merujuk kepada penggerebekan yang dilakukan oleh Presiden Kais Saied terhadap para warga asing.
Sumber: Reuters
Baca juga: Menteri Prancis samakan PM Italia dengan Pontius Pilatus soal pengungsi
Baca juga: 100 lebih pendatang terobos pagar Italia untuk menuju Prancis
Baca juga: Jerman, Prancis dan Italia serukan reformasi aturan suaka
Penerjemah: Arie Novarina
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023