Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kehutanan MS Ka`ban menyatakan banjir di Sinjai dan sejumlah kabupaten lainnya di Sulawesi Selatan baru-baru ini merupakan dampak dari pengelolaan hutan yang buruk oleh para pengusaha pemegang HPH (hak pengusahaan hutan). "HPH disana banyak yang tutup. Ini adalah peninggalan pengelolaan hutan dalam 30 tahun, yang harus diakui tidak baik," kata MS Ka`ban di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis, sebelum mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Ka`ban, kawasan hutan di seluruh Sulawesi, termasuk hutan lindung dan hutan produksi, luasnya tinggal 27 persen saja. Ia mengakui pengalihan fungsi lahan juga memang terjadi karena masyarakat setempat membuka perkebunan coklat dan kelapa sawit. "Ini adalah akumulasi yang lama, bukan yang baru," kata Ka`ban tentang sebab terjadinya banjir di Sulsel. Menurut Menhut, bencana banjir yang terjadi di Sinjai dapat menimpa wilayah-wilayah lainnya di tanah air yang luas hutannya makin berkurang. "Apa yang terjadi di Sinjai menjadi sinyal di seluruh Indonesia apabila hujan kurang dari tiga jam sementara tutupan hutan tinggal 27 persen. Padahal menurut undang-undang, minimal harus 30 persen," katanya. Secara nasional, paparnya, luas kawasan hutan Indonesia kurang dari 30 persen dan harus diakui bahwa pengelolaan hutan selama ini bertentangan atau "berseberangan "dengan manajemen kehutanan yang sehat. "Tidak ada cara lain selain gerakan massal untuk merehabilitasi bersama," katanya. Ia memberikan gambaran, perbandingan antara berkurangnya wilayah hutan dengan penaman hutan adalah 1;3. "Misalnya degradasi 2,8 juta hektar per tahun, pemerintah hanya mampu menanam 600 ribu hektar per tahun. Jadi kalau misalnya degradasi hutan kita 59 juta hektar, dalam 120 tahun baru selesai(reboasasi, red) ," katanya. Banjir yang melanda Kabupaten Sinjai dan sekitarnya di Sulawesi Selatan pada hari Selasa dinihari (19/6) telah menewaskan lebih dari 160 orang, namun diperkirakan angka yang tercatat pada hari Rabu malam itu akan bertambah lagi karena masih banyak warga yang belum diketahui nasibnya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006