Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Presiden RI Angkie Yudistia menyoroti berbagai persoalan yang dihadapi penyandang disabilitas dalam buku barunya berjudul “Menuju Indonesia Inklusi”.

Dalam buku barunya itu, Angkie membedah berbagai problem dan tantangan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas di Indonesia, upaya pemerintah membentuk ekosistem yang inklusif, dan beberapa pengalaman dari penyandang disabilitas yang berhasil mandiri di tengah berbagai keterbatasan.

“Kelak, kita ingin menyaksikan bagaimana negara-negara lain menjadikan Indonesia sebagai inspirasi dalam memuliakan penyandang disabilitas dalam kehidupan bernegara. Buku ini menceritakan proses-proses tersebut sedang dilakukan untuk menciptakan ekosistem bernegara yang ramah penyandang disabilitas,” kata Angkie saat peluncuran buku keempatnya itu di Jakarta, Jumat.

Angkie, yang juga aktivis hak disabilitas dan aktif mengadvokasi isu-isu disablitas menjelaskan bukunya itu membeberkan beberapa praktik negara yang melibatkan dan mengakomodir kepentingan kelompok disabilitas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016.

“Kita memiliki payung hukum bagi disabilitas yang menjadi acuan dalam menjamin kehidupan bernegara yang inklusif. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 dan tujuh peraturan pemerintah (PP) serta dua peraturan presiden (perpres), seluruh pemangku kebijakan baik di pusat dan di daerah dapat merealisasikan amalan yang berorientasi pada pelindungan hak-hak disabilitas untuk hidup setara dengan sesama warga lainnya,” kata Staf Khusus Presiden RI itu.

Dalam buku setebal 155 halaman, Angkie mendalami isu penyandang disabilitas yang mandiri.

Baca juga: BMKG berupaya berikan layanan informasi ramah penyandang disabilitas
Baca juga: Republik Islam Iran belajar penanganan disabilitas di Sentra Kemensos

Menurut Angkie, disabilitas bukan tentang kekurangan, kondisi yang kurang karena banyak dari mereka yang berkarier dan berprestasi, misalnya dirinya sendiri yang saat ini bertugas sebagai Staf Khusus Presiden RI, kemudian para atlet, guru, ataupun profesi lainnya.

Namun, penyandang disabilitas dapat mandiri umumnya karena ada sistem pendukung di sekelilingnya sehingga memungkinkan mereka untuk berkarier dan mengaktualisasikan potensi-potensi dalam diri masing-masing.

Walaupun demikian, situasinya saat ini di Indonesia masih banyak kelompok disabilitas yang hidup dengan stigma dan dibatasi lingkungannya sehingga mereka dianggap sebagai beban oleh keluarga atau komunitas sekitarnya.

“Permasalahan seputar disabilitas memang berputar-putar dan saling terkait. Ada masalah stigma serta regulasi dan implementasinya di lapangan. Ada banyak pihak harus terlibat, mulai dari pemerintah, akademisi, pelaku usaha, media, serta masyarakat termasuk kelompok disabilitas itu sendiri,” kata Angkie dalam bukunya.

Oleh karena itu, Angkie memberikan bagian khusus dalam bukunya untuk menceritakan pengalaman orang tuanya saat membesarkan dia sebagai seorang anak yang berkebutuhan khusus.

“Bagaimana beliau mendidik dan mengalami anak berkebutuhan khusus. Sebagai orang tua, itu tidak mudah. Cita-cita orang tua satu, ingin anak berkebutuhan khusus itu hidup mandiri. Buku ini membuktikan kepada orang tua saya, saya berhasil, berhasil untuk mandiri, dan buku ini ditujukan kepada orang tua saya juga,” kata Angkie Yudistia.

Buku “Menuju Indonesia Inklusi” saat ini dapat dibeli di aplikasi jual beli online dan akun Instagram @menujuindonesiainklusi.

Hasil penjualan buku itu nantinya akan diperuntukkan sebagai beasiswa pelatihan vokasional bagi penyandang disabilitas.

“Prinsipnya, buku ini adalah dari disabilitas untuk disabilitas sehingga perjuangan untuk memastikan kesetaraan tidak putus dan selalu mengalami estafet serta berkelanjutan dalam mewujudkan Indonesia yang inklusi,” kata Angkie.

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023