Lebak (ANTARA) -
Kunjungan seperti itu sudah terbiasa dan menjadi budaya bagi masyarakat Kampung Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, jika tetangganya terkena musibah, seperti meninggal maupun sakit.
Masyarakat di kampung itu terdiri atas perbedaan keyakinan. Ada yang menganut Islam, Kristen, Katolik, termasuk Kepercayaan Sunda Wiwitan bagi warga Badui.
Meskipun demikian, perbedaan keyakinan itu justru semakin menguatkan rasa kebersamaan, kedamaian, dan kecintaan untuk saling menghargai dan menghormati.
Masyarakat setempat juga sering bergotong royong dengan tetangga saat memperbaiki rumah, khususnya bagi warga yang tidak mampu. Gotong royong itu juga dilakukan saat perbaikan tempat ibadah serta kebersihan lingkungan.
Kegiatan itu menjadi bagian penting dan wajib untuk saling membantu dan tolong menolong sesama manusia tanpa perbedaan.
Bahkan, kampung halaman pelawak Dedi Gumelar alias "Miing" yang berada di kawasan Gunung Kendeng itu hingga kini belum pernah terjadi konflik sosial.
Kementerian Agama RI menunjuk Kampung Leuwidamar menjadi Kampung Moderasi Beragama, karena kerukunan dan keharmonisan antarumat beragama berjalan dengan baik.
"Kami setiap pekan memberikan penguatan kepada masyarakat di daerah itu agar tercipta rasa persatuan, kedamaian dan kebersamaan di tengah perbedaan keyakinan," kata Erni, seorang penyuluh dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak kepada ANTARA.
Masyarakat Kampung Leuwidamar dengan sikap pluralisnya mampu hidup bersama dalam perbedaan agama, suku, bahasa, sosial, dan budaya itu menjadi suatu wilayah yang aman dan sejahtera.
Keharmonisan, kerukunan, dan kedamaian sangat dirasakan sehari-hari oleh masyarakat setempat maupun tamu yang mengunjungi kampung itu.
Selain itu juga masyarakat di kawasan tidak ada politik identitas yang bisa memecah belah kerukunan dan keharmonisan.
Masyarakat di kawasan itu mengutamakan kedamaian dan kebersamaan sehingga hidup nyaman dalam sikap saling menghargai.
Perkuat persatuan
Kepala Kemenag Kabupaten Lebak Badrusalam mengatakan pihaknya meluncurkan kampung moderasi beragama untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa di tengah masyarakat yang memiliki keanekaragaman.
Keanekaragaman perbedaan itu merupakan anugerah Tuhan yang harus diperlihara dan dilestarikan agar kehidupan di masyarakat semakin dipenuhi kerukunan, kedamaian, dan kebersamaan.
Kampung moderasi beragama di Kabupaten Lebak dipusatkan di tiga lokasi, antara lain Kelurahan MC Rangkasbitung Barat (Kecamatan Rangkasbitung), Desa Leuwidamar (Kecamatan Leuwidamar) dan Desa Maja di Kecamatan Maja.
Selama ini, masyarakat di tiga kampung di tiga kecamatan tersebut sudah memiliki jalur untuk menyelesaikan persoalan yang muncul. Setiap persoalan yang muncul selalu diselesaikan dengan petimbangan demi kebaikan bersama dan ada politisasi yang bisa menimbulkan perpecahan.
Semua pihak berharap, kampung moderasi beragama di Lebak itu menjadi contoh bagi masyarakat lain untuk mnejaga Indonesia selalu dalam kebersamaan, meskipun fakta sosial budayanya berbeda-beda.
Pada prinsipnya semua perbedaan di masyarakat semakin menguatkan persatuan dan kesatuan sesama bangsa.
Pendeta Gereja Pasundan Rangkasbitung Kabupaten Lebak Robert menyampaikan toleransi perlu dikembangkan dan dilestarikan melalui kampung moderasi beragama.
Negara kita yang memiliki keanekaragaman berbagai hal harus menjadikan kerukunan sebagai kekuatan, sebagaimana telah dicontohkan dan diwariskan oleh para leluhur bangsa kita di masa lalu.
Nenek moyang bangsa Nusantara sejak dulu telah menerapkan toleransi dan kerukunan dan saling mencintai sehingga hidup bersatu tanpa terjadi perpecahan.
Pendeta Gereja Bethel Indonesia (GBI) Kabupaten Lebak Gideon Krisna Wijaya juga mengungkapkan bahwa selama ini hubungan antaragama di kampung itu relatif kondusif dan penuh kedamaian serta saling menampilkan sikap kasih sayang.
Karena itu, Umat Kristiani, yang semacara umum merupakan warga penganut agama yang minoritas, selalu merasa aman dan damai dalam melaksanakan ibadah kebaktian, karena sesama warga di kampung moderasi beragama itu saling melindungi dan saling menyayangi.
Sementara Sarikam Kokoh, perwakilan dari warga Badui yang menganut kepercayaan Sunda Wiwitan, juga bersaksi bahwa kegiatan di kampung moderasi menjadi contoh luar biasa mengenai sikap saling menghargai satu sama lain, sehingga perlu dilestarikan dan dikembangkan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan damai, cinta serta saling melindungi.
"Kami sebagai masyarakat Badui yang menganut agama kepercayaan Sunda Wiwitan sejak dulu hingga kini penuh kedamaian tanpa terjadi perpecahan," katanya kepada ANTARA.
Dialog
Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Lebak, KH Ahmad Hudori mengatakan pihaknya juga melaksanakan dialog dan pertemuan antartokoh agama yang dilaksanakan setiap bulan guna mengedepankan persatuan dan kesatuan.
Dalam dialog dan pertemuan itu membahas hal-hal yang positif dalam dinamika kehidupan di masyarakat, sekaligus memperkuat nilai-nilai toleransi.
Selama ini, kerukunan dan hubungan antarumat beragama di Kabupaten Lebak tidak ada masalah dan saling menghargai keyakinan yang dianut pemeluk agama masing-masing.
Melalui dialog dan pertemuan itu terus terjalin hubungan persaudaraan yang baik antarumat beragama.
Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya mengatakan pemerintah daerah juga mengoptimalkan pembinaan kerukunan umat beragama dengan menggandeng FKUB, Kementerian Agama, dan pemuka agama dan tokoh masyarakat.
Pembinaan itu melalui dialog agar bersinergi untuk memperkuat persatuan, kesatuan, dan kebersamaan.
Masyarakat Kabupaten Lebak sangat mencintai kebersamaan sebagai pondasi negara yang kuat dan tidak terpecahbelah.
Apalagi, masyarakat Kabupaten Lebak yang memiliki karakter religius dengan ajaran agama Islam, selalu mencintai kedamaian dan kasih sayang.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023