Jakarta (ANTARA News) - Di balik kontroversi revisi Undang-undang (UU) Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalulintas, Departemen Perhubungan dan Kepolisian diduga terlibat konflik pentingan, termasuk terkait dengan lahan basah dalam proses penerbitan SIM dan STNK, apalagi diketahui pendapatan kedua sektor itu diperkirakan mencapai Rp18 triliun per tahun. Pernyataan itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Marwan Ja`far, di Gedung DPR/MPR Jakarta, Rabu, ketika menjelaskan proses pembahasan revisi empat UU Bidang Perhubungan, yakni UU Pelayaran,UU Kereta Api, UU Lalu Lintas dan UU Penerbangan. Dia mengatakan, tarik menarik antara Dephub dan Kepolisian untuk mengurus SIM dan STNK terjadi karena besarnya dana yang dihimpun yakni Rp18 triliun pertahun. Akibat begitu besarnya dana resmi yang bisa didapat sehingga menjadi perebutan untuk bisa mengelolanya. "Tapi semestinya Polri jangan terlalu merengek-rengeklah sebab itu tetap jadi domain Polri," kata Marwan. Menurut dia, untuk revisi UU Lalulintas No 14/1992 masalahnya sangat banyak seperti pungli (pungutan liar), uang SIM dan STNK. Di sini terjadi dobel kewenangan antara LLAJ dan Polisi. "Hal-hal seperti ini yang akan kita benahi sehingga tidak ada tumpang tindih kewenangan," kata Marwan. Akibat adanya tarik menarik itu, sampai saat ini Komisi V belum memutuskan pengelolaan SIM dan STNK itu diserahkan ke siapa, karena ada beberapa alternatif seperti dikelola Polri, Dephub atau lembaga independen. "Polri jangan kuatir dulu. Sangat mungkin SIM nanti dikelola Pemda. Kita masih proses wacana ini tapi kita minta jangan ada kesan rebutan lahan basah," kata politisi FKB itu. Marwan juga menyarankan adanya penyelesaian di internal pemerintah dengan duduk bersama antara Menhub dan Kapolri agar menghasilkan satu suara dalam membahas revisi UU Lalulintas dengan DPR. "Pemerintah itu kan Presidennya satu yakni SBY. Karena itu, pemerintah mestinya satu suara dalam membahas revisi itu dengan DPR. Nanti materi pemerintah diadu dengan DPR," katanya. Pembahasan revisi itu sendiri, kata Marwan, sempat mengundang perdebatan di kalangan dewan karena menyangkut Polri yang masuk Komisi III DPR. Namun akhirnya disepakati di Badan Musyawarah (Bamus) DPR agar revisi UU itu sepenuhnya dibahas di Komisi V yang membidangi perhubungan.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006