Akhir-akhir ini banyak terjadi manipulasi data kependudukan dan prestasi memang dapat merusak tujuan dari sistem zonasi
Kabupaten Bogor (ANTARA) - Pengamat sosial dan budaya dari Universitas Pakuan (Unpak) Dr. Agnes Setyowati H, M.Hum. mengungkapkan sejumlah alasan mengenai banyaknya peserta sistem zonasi PPDB yang tidak berlaku jujur.
"Akhir-akhir ini banyak terjadi manipulasi data kependudukan dan prestasi memang dapat merusak tujuan dari sistem zonasi," ujarnya di Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Menurut dia, ada beberapa alasan yang membuat seseorang menjadi tidak jujur dengan memanipulasi data tempat tinggal dan sertifikat prestasi untuk mendapatkan sekolah berbasis zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Alasan tersebut, kata dia, di antaranya adanya anggapan sekolah tertentu, kualitas pendidikannya lebih baik. Beberapa sekolah berbasis zonasi dianggap memiliki reputasi yang lebih baik dalam hal kualitas pendidikan, fasilitas, dan peluang akademik.
Hal itu membuat orang tua merasa ada keinginan untuk memastikan anak-anak mereka dapat masuk ke sekolah tersebut, sehingga cenderung untuk melakukan kecurangan dengan memanipulasi agar dapat memenuhi kriteria zonasi.
Penyebab berikutnya, yaitu adanya persaingan yang ketat. Ia menyebutkan, di beberapa daerah, terutama di kota-kota besar, persaingan untuk masuk ke sekolah-sekolah berkualitas tinggi sangatlah ketat.
Jumlah tempat yang terbatas dan jumlah pendaftar yang berlimpah membuat orangtua merasa perlu untuk berusaha ekstra agar anak-anak mereka diterima.
"Dalam upaya tersebut, mereka mungkin tergoda untuk “mengakali” data agar memenuhi persyaratan zonasi," kata Agnes yang juga Ketua Himpunan Sarjana Kesusasteraan Indonesia (HISKI) Komisariat Bogor.
Kemudian penyebab lainnya, adanya persepsi sosial dalam masyarakat bahwa pendidikan sangat penting, sehingga menimbulkan munculnya tekanan sosial yang kuat untuk menyekolahkan anak-anak di sekolah-sekolah terbaik.
Menurut Agnes, orang tua mungkin khawatir jika anak mereka tidak berhasil masuk ke sekolah yang diinginkan, mereka akan dianggap gagal dalam memenuhi tuntutan sosial atau dianggap tidak peduli dengan masa depan anak mereka.
"Untuk menghindari stigma ini, beberapa orang tua mungkin memilih untuk tidak jujur memberikan data agar dapat memasukkan anak mereka ke sekolah yang diinginkan," ungkapnya.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Unpak ini menekankan, meskipun alasan-alasan ini dapat memberikan pemahaman tentang mengapa orang mungkin melakukan tindakan yang tidak jujur dalam konteks seleksi sekolah berbasis zonasi, penting untuk diingat bahwa tindakan tersebut melibatkan pelanggaran etika dan aturan yang berlaku.
Untuk mengatasi persoalan tentang adanya masalah dalam sistem zonasi, Agnes menyampaikan beberapa hal yang bisa dijadikan solusi atas masalah tersebut, di antaranya dengan memperkuat pengawasan.
Menurut dia, perlu adanya pengawasan yang ketat dari pemerintah daerah dan mekanisme audit yang efektif untuk memverifikasi kebenaran data kependudukan dan prestasi yang diajukan oleh siswa dan orang tua mereka.
"Hal ini dapat melibatkan pihak sekolah, dinas pendidikan, atau instansi terkait lainnya," cetusnya.
Solusi berikutnya, berupa sanksi yang tegas. Jika terbukti melakukan manipulasi data, kata dia, harus ada sanksi yang tegas dan berlaku adil bagi mereka yang terlibat. Sanksi ini dapat berupa diskualifikasi dari proses pendaftaran atau tindakan hukum jika diperlukan.
Baca juga: Diduga PPDB, DKI catat 2 ribu orang pindah ke Jakarta pada Mei
Baca juga: Ombudsman: Anak didik yang belum diterima segera masuk sekolah swasta
Baca juga: Ombudsman RI segera sampaikan masalah PPDB kepada Kemendikbudristek
Agnes menilai, dalam sistem zonasi sangat diperlukan solusi berupa transparansi dan komunikasi. Menurutnya, sangat penting untuk meningkatkan transparansi dalam sistem zonasi dan menyampaikan secara jelas kepada siswa, orang tua, dan masyarakat tentang prosedur pendaftaran, kriteria seleksi, dan konsekuensi dari manipulasi data.
Komunikasi yang efektif, kata Agnes, dapat membantu membangun kesadaran dan kesepahaman yang lebih baik tentang pentingnya integritas dalam proses penerimaan sekolah.
Selanjutnya, selain menggunakan zonasi sebagai kriteria utama, pihak sekolah juga dapat mempertimbangkan kriteria seleksi lain yang obyektif dan sulit dimanipulasi, seperti tes akademik independen atau penilaian keterampilan tertentu.
"Diversifikasi kriteria seleksi juga dapat membantu mencegah manipulasi data yang terkait dengan zonasi," terang Agnes.
Ia meyakini bahwa sistem zonasi ini tentu memerlukan evaluasi dan perbaikan sistem yang berkelanjutan. Setelah setiap periode PPDB, menurut dia, penting untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem zonasi. Data dan umpan balik dari peserta, sekolah, dan masyarakat harus dianalisis untuk mengidentifikasi kekurangan dan perbaikan yang dapat dilakukan.
Bagi dia, sistem zonasi harus diperbarui secara berkala agar tetap relevan dengan perubahan demografi dan kebutuhan pendidikan.
Agnes menyarankan, setelahnya perlu selalu melakukan sosialisasi yang efektif. Pihak-pihak terkait, seperti pemerintah daerah, sekolah, dan media, harus melakukan sosialisasi yang efektif tentang sistem zonasi.
Sosialisasi, menurutnya, harus melibatkan orang tua, siswa, dan masyarakat umum untuk memahami proses dan kriteria zonasi agar tidak terjadi ketidakpuasan dan kontroversi.
Ia menyebutkan bahwa sistem zonasi sekolah adalah pendekatan yang digunakan oleh beberapa negara, termasuk Indonesia, untuk memastikan pemerataan akses pendidikan di antara siswa-siswa di suatu wilayah. Pada dasarnya, kata dia, sistem ini membagi wilayah menjadi zona-zona dan menetapkan siswa-siswa untuk masuk ke sekolah-sekolah di zona mereka.
"Tujuan utamanya adalah mengurangi kesenjangan dan memastikan kesempatan pendidikan yang adil bagi semua siswa," ujarnya.
Namun, menurut Agnes, manipulasi data seperti memalsukan alamat tempat tinggal atau melaporkan prestasi yang tidak akurat dapat memberikan rasa tidak adil kepada siswa tertentu dan merugikan siswa lainnya yang memang berhak mendapatkan akses ke sekolah yang sama.(KR-MFS)
Pewarta: M Fikri Setiawan
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023