"Di lokasi penyembelihan hewan ternak yang belum dekontaminasi, lalu ada hujan yang membuat spora mengalir ke tempat lain," kata Peneliti Ahli Muda dari Pusat Riset Veteriner BRIN, Rahmat Setya Adji dalam sebuah diskusi di Gedung B.J. Habibie, Kompleks BRIN, Jakarta Pusat, Kamis.
Rahmat menuturkan pernah ada kasus antraks yang menyebar luas di Gorontalo karena warga setempat menyembelih hewan ternak terinfeksi antraks di sawah.
Baca juga: BRIN sarankan warga memvaksinasi hewan ternak untuk antisipasi antraks
Baca juga: Menyelamatkan Gunungkidul dari wabah antraks
"Dari satu kecamatan menyebar ke 11 kecamatan karena bakteri antraks mengalir ke sungai, kemudian spora menempel di rumput pinggir sungai, lalu diambil peternak dan diberikan kepada hewan ternak," ujarnya.
Antraks adalah penyakit bakterial pada hewan domestik maupun liar, terutama hewan herbivora. Penyakit itu disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis yang bisa menghasilkan spora bila terekspos oksigen.
Hewan herbivora berisiko sebagai pengantar antraks kepada manusia. Spora antraks tahan terhadap lingkungan ekstrem, keasaman ekstrem, panas ekstrem, dan bisa bertahan hidup antara 150 sampai 200 tahun.
Cara mengatasi antraks adalah dengan melakukan vaksinasi pada hewan ternak. Bila penyakit itu sudah menginfeksi manusia, maka diobati dengan mengonsumsi antibiotik yang bisa meningkatkan daya tahan tubuh.
Rahmat menyarankan agar merebus daging dengan air mendidih selama 30 menit, karena bakteri antraks rapuh terhadap pemanasan basah. Sedangkan, pemanasan kering yang dibuat sate membutuhkan panas hingga 120 derajat selama satu jam.
Saat ini, pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian menerapkan kegiatan vaksinasi hingga surveilans pada hewan ternak sebagai strategi pengendalian penyakit antraks di Indonesia.
Baca juga: Pemkab Temanggung meningkatkan pengawasan ternak antisipasi antraks
Baca juga: Dinkes Surabaya terapkan langkah antisipasi kasus antraks
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023