Untuk mendukung langkah pengendalian perubahan iklim bisa dilakukan melalui Nilai Ekonomi Karbon (NEK), salah satunya adalah perdagangan karbon

Palangka Raya (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyosialisasikan perdagangan karbon sektor kehutanan di Provinsi Kalimantan Tengah, untuk mendukung upaya pengendalian perubahan iklim.

"Untuk mendukung langkah pengendalian perubahan iklim bisa dilakukan melalui Nilai Ekonomi Karbon (NEK), salah satunya adalah perdagangan karbon," kata Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto di Palangka Raya, Kamis.

Ia menyatakan bahwa perdagangan karbon terdiri atas beberapa mekanisme, di antaranya yakni perdagangan emisi dan offset emisi.

Dia menjabarkan, untuk mekanisme perdagangan emisi yang biasa dikenal dengan sebutan sistem cap and trade, para pelaku usaha dituntut mampu mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dengan ditetapkannya batas atas emisi atau emission cap.

Setiap pelaku usaha, misalnya pada sektor pembangkit listrik, kata dia, maka diberi alokasi sejumlah emisi GRK sesuai batas atas emisi yang dapat dilepaskan atau dikeluarkan (cap) dan pada akhir periode pelaku usaha harus melapor jumlah emisi GRK riil yang telah dilepas.

"Pelaku usaha yang melepas emisi melebihi batas atas yang telah ditentukan, maka harus membeli surplus emisi GRK dari pelaku usaha lain," katanya.

Selanjutnya, untuk mekanisme offset emisi (offset karbon) yang diperjualbelikan adalah hasil penurunan emisi atau peningkatan penyerapan atau penyimpanan karbon. Penurunan emisi GRK ini diperoleh melalui pelaksanaan kegiatan maupun aksi mitigasi pengendalian perubahan iklim.

Maka biasanya pada awal aksi mitigasi harus dibuktikan praktik atau teknologi yang digunakan atau common practice, meliputi praktik atau teknologi sebelum ada aksi mitigasi untuk mengetahui emisi baseline untuk kemudian, pada akhir periode, diukur maupun diverifikasi pencapaian dari hasil aksi mitigasinya melalui proses yang biasa disebut MRV atau monitoring, reporting and verification.

"Penurunan emisi atau karbon ini kemudian digunakan pelaku usaha untuk dijual atas surplus penurunan (offset) emisinya kepada pelaku usaha lain, sehingga pembeli bisa mengklaim telah mengurangi tingkat emisi GRK-nya tanpa melakukan aksi mitigasi sendiri," katanya.

Adapun bentuk-bentuk aksi mitigasi yang dapat menurunkan emisi GRK, kata Agus Justianto, melalui penyerapan dan penyimpanan karbon sebagaimana diatur dalam Permen LHK Nomor 7 Tahun 2023 dilakukan melalui 22 aksi mitigasi, di antaranya pengurangan laju deforestasi lahan mineral, lahan gambut serta mangrove, pengurangan laju degradasi hutan lahan mineral, lahan gambut dan mangrove, pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan lestari, serta lainnya.

Sementara itu, Sekda Kalimantan Tengah Nuryakin mengatakan, langkah optimalisasi perdagangan karbon membutuhkan usaha serta kerja keras dari segenap kementerian dan lembaga dalam menjaga pendapatan negara melalui perdagangan karbon.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sebagai provinsi dengan luas kawasan hutan sebesar 15,3 juta hektare telah berkomitmen menjadikan Rencana Kerja FOLU Provinsi Kalimantan Tengah sebagai katalisator.

"Ini kami harap mampu mengakselerasi implementasi kebijakan dan program-program terkait perubahan iklim, salah satunya melalui kegiatan sosialisasi seperti yang dilaksanakan saat ini," demikian Nuryakin.

Baca juga: Kalteng upayakan FOLU Net Sink bisa diimplementasikan masyarakat

Baca juga: Pemerintah mengatur mekanisme perdagangan karbon kliring melalui SRG

Baca juga: Pemprov Kaltim siap verifikasi ulang kelebihan emisi karbon

Baca juga: Kementerian ESDM sebut 42 perusahaan jadi peserta perdagangan karbon

Pewarta: Muhammad Arif Hidayat
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2023