Singapura (ANTARA) - Sterling berjuang untuk pulih dari penurunan tajam di awal sesi Asia pada Kamis pagi, menyusul data inflasi Inggris yang lebih dingin dari perkiraan, sementara dolar mendapatkan kembali pijakannya setelah penurunan tajam minggu lalu yang menurut para analis berlebihan.

Di Asia, pasar juga memiliki fokus mereka pada keputusan suku bunga pinjaman utama (LPR) China, di mana diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan pinjaman tidak berubah setelah bank sentral mempertahankan suku bunga kebijakan utama awal pekan ini.

Pound Inggris terakhir 0,02 persen lebih rendah pada 1,2936 dolar, setelah jatuh lebih dari 0,7 persen pada Rabu (19/7/2023) ketika data menunjukkan tingkat inflasi Inggris turun lebih dari yang diharapkan pada Juni ke yang paling lambat dalam lebih dari setahun di 7,9 persen.

Itu menarik kembali ekspektasi pasar akan kenaikan suku bunga agresif lebih lanjut dari Bank Sentral Inggris (BoE), dengan prospek suku bunga Inggris naik di atas 6,0 persen sekarang kemungkinan besar akan dibatalkan.

Para pedagang pada satu titik memperkirakan suku bunga naik setinggi 6,5 persen.

"Pasar saya pikir sedikit lebih masuk akal sekarang dengan ekspektasi kenaikan suku bunga oleh BoE. Kami selalu berpikir kenaikan 150 (basis) poin terlalu banyak," kata Joseph Capurso, kepala ekonomi internasional dan berkelanjutan di Commonwealth Bank of Australia.

Di tempat lain, euro naik 0,11 persen menjadi 1,1213 dolar, karena investor menunggu pertemuan kebijakan Bank Sentral Eropa (ECB) minggu depan untuk kejelasan lebih lanjut tentang prospek suku bunga.

Pembuat kebijakan ECB dalam beberapa hari terakhir mengambil nada yang lebih dovish, dengan anggota Dewan Gubernur Yannis Stournaras yang terbaru memandu bahwa suku bunga di masa depan naik melewati kemungkinan kenaikan 25 basis poin Juli masih belum jelas.

Indeks dolar AS stabil di atas 100 dan terakhir berdiri di 100,18, mendapatkan kembali beberapa penurunan setelah merosot lebih dari 2,0 persen minggu lalu dalam reaksi spontan terhadap data inflasi AS yang datang lebih dingin dari yang diharapkan.

"Kami pikir (penurunan) terlalu kuat, jadi sepertinya dolar telah mendapatkan kembali sebagian dari penurunannya," kata Capurso. "Dan dengan prospek ekonomi global yang memburuk ... itu (akan) sangat mendukung safe haven dolar AS."

Yen Jepang naik 0,1 persen menjadi 139,56 per dolar, sedangkan dolar Australia bertahan 0,16 persen lebih tinggi pada 0,6782 dolar AS, menjelang data ketenagakerjaan negara itu pada Kamis nanti.

Kiwi naik 0,06 persen menjadi 0,6267 dolar AS, meskipun mundur dari tertinggi sesi sebelumnya di 0,6315 dolar AS setelah inflasi konsumen Selandia Baru sedikit di atas ekspektasi pada kuartal kedua.

Menjelang keputusan LPR di China, yuan di pasar luar negeri naik sekitar 0,2 persen menjadi 7,2184 per dolar.

Investor terus mencari langkah-langkah dukungan lebih lanjut dari otoritas China untuk menopang pemulihan pasca-COVID yang goyah di negara itu, dengan data pada Senin (17/7/2023) menunjukkan ekonomi tumbuh pada kecepatan yang lemah pada kuartal kedua karena melemahnya permintaan di dalam dan luar negeri.

"Pertumbuhan China telah mengecewakan pada kuartal kedua, tetapi sangat banyak agenda di sana (bahwa) beberapa stimulus akan datang," kata Mel Siew, manajer portofolio di Muzinich & Co.

"Ini mungkin tidak berdampak seperti yang diinginkan orang, tapi saya pikir apa yang akan terjadi adalah Anda akan melihat pertumbuhan secara bertahap berlanjut di China pada paruh kedua."


Baca juga: Dolar "rebound" saat pound jatuh terseret pendinginan inflasi Inggris
Baca juga: Dolar merosot di Asia jelang data inflasi AS, yen dan sterling menguat
Baca juga: Pound tergelincir setelah data inflasi lebih dingin, yen tertekan lagi

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023