"Dalam tiga tahun terakhir, kami tidak lagi menemukan rusa di kawasan hutan lindung dan produksi, diperkirakan satwa tersebut sudah mengalami kepunahan," ujar Kabid Kehutanan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bangka Selatan Evan Sandy Maulana di Toboali, Rabu.
Menurut dia, saat ini, kondisi hutan sebagai tempat berkembangbiaknya satwa khas Bangka Selatan seperti rusa, kijang, pelanduk atau kancil dan lainnya semakin berkurang sebagai dampak penambangan bijih timah, perkebunan sawit skala besar, ladang berpindah-pindah, penebangan liar dan lainnya.
Selain itu, kepunahan satwa ini dipicu perburuan yang tidak terkendali yang dilakukan terus menerus karena daging rusa ini sangat diminati masyarakat.
"Apabila tidak ada kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian hutan dan menghentikan perburuan satwa, tidak saja rusa yang punah tetapi juga satwa lainnya seperti kancil, kijang dan lainnya," ujarnya.
Ia mengatakan, sebelum maraknya penambangan bijih timah, perkebunan sawit dalam skala besar, habitat rusa cukup banyak ditemukan di hutan liar, bahkan satwa ini dipercayai warga, satwa yang membawa keberuntungan sehingga sebagian kepala desa menamai daerahnya mengunakan kata rusa.
"Untuk melestarikan rusa ini cukup sulit dan membutuhkan kerja sama antarinstansi, warga dan pihak swasta," ujarnya.
Selain itu, kata dia, penanganan pelestarian satwa ini membutuhkan suatu instansi khusus misalnya Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang selama ini belum ada di Babel.
"Aksi eksploitasi rusa harus dihentikan, karena kalau dibiarkan maka rusa-rusa yang ada di Pulau Bangka dan Belitung akan habis," ujarnya.
Pewarta: Aprionis
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013