Toboali, Bangka Selatan (ANTARA News) - Penambangan timah ilegal dan praktik perladangan berpindah telah menyebabkan 16.869 hektare hutan lindung di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Bangka Belitung, kritis.
Menurut Kepala Bidang Kehutanan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bangka Selatan, Evan Sandy Maulana, merinci 5.984 hektare hutan lindung dikategorikan sangat kritis dan 10.885 hektare sisanya kritis.
"Penambangan bijih timah yang dilakukan warga dan perusahaan swasta sebagai pemicu utama rusaknya hutan lindung," katanya di Toboali, Rabu.
Ia menjelaskan, kawasan hutan lindung tersebut sudah penuh lubang bekas penambangan bijih timah, mengancam flora dan fauna yang hidup di kawasan tersebut.
"Kawasan hutan lindung yang kritis tersebut tidak bisa lagi ditanami karena tanah di kawasan hutan sudah berubah menjadi hamparan pasir, lumpur bercampur limbah penambangan dan pencemar lainnya," kata dia.
Pemerintah daerah, katanya, berusaha mengurangi kerusakan hutan lindung dengan meningkatkan pengawasan dan penindakan serta berusaha menghijaukan kawasan yang masih bisa ditanami.
Selain itu, pemerintah daerah juga meminta masyarakat ikut menjaga kelestarian hutan dengan tidak lagi menambang timah, menebangi pohon dan berladang di kawasan hutan lindung.
"Saat ini kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian hutan masih rendah, apalagi penambangan bijih timah skala besar yang dikelola swasta sulit untuk tindak karena mereka ada backing oknum aparat menjaga kawasan tambang," jelasnya.
"Kami sulit mengambil tindakan kepada penambang yang dikelola warga dan apabila dipaksakan terjadi bentrokan fisik antara penambang dengan petugas, karena mereka menilai penertiban hanya dilakukan pada penambangan yang dilakukan warga, sementara penambanganswasta tidak," tambah dia.
Dia berharap, aparat penegak hukum bisa menindak anggota yang melindungi kegiatan penambangan timah ilegal di kawasan hutan lindung.
Pewarta: Aprionis
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2013