Saat ini sudah ada 70 ribu pembudidaya di 280 kota, penetrasi kita secara nasional

Tabanan, Bali (ANTARA) - Perusahaan rintisan (startup) bidang akuakultur, eFishery menargetkan 200 ribu pembudidaya ikan air tawar dan udang untuk bergabung melakukan hilirisasi produk perikanan melalui pemanfaatan kemajuan teknologi.

“Saat ini sudah ada 70 ribu pembudidaya di 280 kota, penetrasi kita secara nasional. Target kita tahun 2023, 200 ribu petani, kolam aktifnya 200 ribu juga,” kata Public Affairs eFishery, Muhammad Chairil kepada ANTARA di Tabanan, Bali, Rabu.

Chairil menjelaskan bahwa produk dan layanan eFishery bertujuan memberikan dukungan penuh kepada pembudidaya dalam memajukan bisnis dan proses budidayanya, bersamaan dengan menciptakan lingkungan berkelanjutan melalui teknologi termasuk hilirisasi.

Lini bisnis eFishery terdiri dari solusi untuk pembudidaya ikan, petambak udang, solusi untuk pembeli dan konsumen, serta layanan pembiayaan. Selain memberikan pendampingan dan menawarkan produk berupa alat pakan otomatis yang dapat dibeli maupun disewa secara bulanan oleh pembudidaya, serta layana penyediaan pakan, startup ini juga memberikan fasilitas lapak ikan. Fasilitas tarik ikan tersebut akan membantu pembudidaya ikan menjual dan mendistribusikan hasil panen.

“Selain udang (penyerapan hasil panen) ada juga frozen food, ikan dori, sementara sudah terdistribusi di Jawa dan Bali,” ucapnya.

Guna menyerap lebih banyak hasil produksi pembudidaya dan petambak, eFishery kini juga tengah menjajaki potensi kerja sama dengan sejumlah retail modern di Amerika Serikat terutamanya untuk udang yang berasal dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat.

“Detail (ekspor) belum ada tapi ekspansinya sudah di plan di akhir tahun ini,” tuturnya.

Selain itu, pihaknya juga tengah mengakselerasi fitur pembiayaan yang bisa dibayar nanti ketika panen dengan plafon mulai dari Rp20 juta hingga Rp2 miliar dengan tempo pembayaran hingga 6 bulan.

“Kita coba lebih ke arah financial inclusion kita coba penetrasi, kita kurasi lagi, nelayan-nelayan yang membutuhkan bantuan modal awal, mulai dari pembibitan dan juga hasil panen," katanya.

Salah satu pembudidaya ikan lele asal Tabanan, Bali, Nengah Astawa yang sudah bergabung dengan eFishery sejak 2 tahun lalu, mengaku bahwa ia memiliki 15 petak tambak lele dengan hasil panen untuk 1 periode berkisar 300 kg hingga 1 ton.

Sebelumnya ia mengaku tidak berani menambah tambak karena terbentur penyaluran hasil panen yang hanya mengandalkan pasar tradisional setempat.

“Harga jual ke eFishery juga bagus. Kalau eFishery porsinya banyak bisa dijual. Kalau ke pasar tradisional hanya 10-15 kg,” tuturnya,

Tak hanya itu, melalui alat pakan otomatis eFishery, ia mengaku bisa menghemat tenaga dan penghematan pakan hingga 10 persen dibandingkan memberi pakan secara manual.

“Pakan dan waktu lebih efisien. Waktunya untuk panen jadi lebih cepat seminggu. Misal kita panen per 3 bulan tapi ini jadi 2,5 bulan. Makanan juga bisa jadi hemat 10 persen karena manual kan kalau dirasa sudah cukup, sudah kalau belum dikasih terus,” jelasnya.


Baca juga: KKP: Penyediaan benih berkualitas tantangan dalam perikanan budi daya
Baca juga: Iskindo: Nelayan kecil harus dilibatkan dalam hilirisasi perikanan
Baca juga: KKP ungkap kendala yang dialami pelaku usaha rumput laut Indonesia

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023