Mekanisme nonyudisial sebagai upaya penyelesaian HAM berat pada masa lalu bukanlah merupakan percepatan reformasi hukum.Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti arah reformasi hukum terkait dengan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia yang tidak sepenuhnya bisa dilihat baik dan buruk.
"Perkembangan kerangka hukum (di Indonesia) sudah mengenali kelompok rentan, seperti adanya Undang-Undang tentang Disabilitas dan Pekerja Migran, yang sebelumnya tidak ada," kata Ketua Komnas HAM Atnike Sigiro dalam Bincang Pembangunan Seri III Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.
Kategori sosial yang termasuk dalam kategori masyarakat rentan diskriminasi, kata Atnike, secara normatif telah diakui dan diatur dalam hukum yang ada di Indonesia.
Hal itu, lanjut dia, termasuk pengakuan Mahkamah Agung (MA) terhadap anak dan perempuan yang berhadapan dengan hukum, serta peraturan kejaksaan mengenai antikriminalisasi hukum.
Namun, pada sisi yang lain, Atnike menyebutkan mekanisme nonyudisial sebagai upaya penyelesaian HAM berat pada masa lalu bukanlah merupakan percepatan reformasi hukum.
"Apakah kemudian mekanisme nonyudisial bisa disebut sebagai reformasi hukum? Saya kira tidak karena hanya bersifat ad hoc jangka pendek," tuturnya.
Menurut dia, mekanisme nonyudisial hanya merespons hal yang bersifat praktis, tanpa mengubah sistem pidana HAM secara umum dan tidak mengubah kebijakan terkait dengan hak korban yang ada selama ini.
Selain itu, Atnike mengemukakan bahwa mekanisme nonyudisial adalah salah satu alasan pengadilan HAM tidak berjalan dengan lancar.
Disebutkan bahwa dari 17 kasus pelanggaran HAM berat yang diselidiki Komnas HAM, hanya terdapat empat kasus yang sudah pernah diadili melalui pengadilan HAM.
Baca juga: Komnas HAM: Terdapat kemajuan dalam kerangka normatif HAM pasca-1998
Baca juga: Komnas HAM minta kampanye dan sosialisasi pemilu ramah disabilitas
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023