Pasar fokus pada akhir siklus pengetatan FOMC
Singapura (ANTARA) - Dolar melemah mendekati level terendah lebih dari satu tahun terhadap mata uang utama lainnya di sesi Asia pada Selasa sore, karena investor menunggu katalis baru untuk mengukur apakah greenback memiliki penurunan lebih lanjut setelah laporan inflasi AS yang lebih dingin dari perkiraan minggu lalu.
Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang saingannya, turun 0,15 persen menjadi 99,753 di perdagangan Asia, melemah di dekat palung Jumat (14/7/2023) di 99,574, terendah sejak April 2022.
Indeks telah mencatat minggu terburuk 2023 minggu lalu, setelah data menunjukkan inflasi AS melambat lebih lanjut dengan harga-harga konsumen mencatat kenaikan tahunan terkecil mereka dalam lebih dari dua tahun, mengurangi tekanan terhadap Federal Reserve untuk terus menaikkan suku bunga.
"Saya pikir dolar bisa bertahan di bawah tekanan jual," kata Carol Kong, ahli strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia. "Pasar fokus pada akhir siklus pengetatan FOMC."
Terhadap greenback, euro mencapai tertinggi baru 17 bulan di 1,1256 dolar, sementara sterling naik 0,16 persen menjadi 1,30945 dolar, tidak jauh dari puncak minggu lalu di 1,3144 dolar, juga tertinggi sejak April 2022.
Pasar uang sebagian besar memperkirakan kenaikan suku bunga 25 basis poin (bps) dari The Fed pada pertemuan kebijakannya akhir bulan ini, meskipun melihat suku bunga akan turun pada awal Desember.
Sebaliknya, investor memperkirakan Bank Sentral Eropa dan Bank Sentral Inggris untuk melangkah lebih jauh dalam siklus kenaikan suku bunga mereka.
Di tempat lain, yen Jepang naik sekitar 0,2 persen menjadi 138,46 per dolar, karena investor menunggu pertemuan kebijakan moneter Bank Sentral Jepang (BoJ) minggu depan untuk petunjuk apakah bank sentral akan mulai menghapus sikap kebijakan ultra-dovish-nya.
"Semakin banyak pelaku pasar memperkirakan peluang BoJ memperluas rentang perdagangan kebijakan kontrol kurva imbal hasil sebesar 25 basis poin pada pertemuan berikutnya," kata Ryota Abe, ekonom di SMBC.
Dalam mata uang lain, dolar Australia terakhir 0,21 persen lebih tinggi pada 0,6831 dolar setelah risalah pertemuan kebijakan Juli Bank Sentral Australia (RBA) yang dirilis pada Selasa tidak memberikan kejutan besar pada prospek suku bunga.
"Risalah RBA... tidak mengandung banyak informasi baru dari pidato Gubernur Lowe baru-baru ini, di mana dia tampak kurang definitif tentang perlunya kenaikan lebih lanjut dan lebih selaras dengan potensi risiko pertumbuhan," kata Tapas Strickland, kepala ekonomi pasar di National Australia Bank.
"Nada ini bisa dibilang tercermin dalam risalah, meski ada kasus kuat yang diajukan untuk pengetatan lebih lanjut."
Dolar Selandia Baru naik 0,27 persen menjadi 0,63425 dolar AS, dengan kedua mata uang Antipodean mengalami penurunan dari sesi sebelumnya setelah data produk domestik bruto kuartal kedua China pada Senin (17/7/2023) menunjukkan ekonomi tumbuh pada kecepatan yang lemah karena lesunya permintaan di dalam dan luar negeri.
"Semua orang hanya menunggu pihak berwenang (China) mengeluarkan langkah-langkah konkret," kata Khoon Goh, kepala penelitian Asia di ANZ.
"Retorika yang keluar dari pemerintah, dalam arti tertentu, mengatakan mereka ingin mendukung pertumbuhan, tapi saya pikir untuk pasar, mereka sebenarnya ingin melihat tindak lanjut, tindakan nyata, untuk mendukung kata-kata itu."
Perencana ekonomi top China berjanji pada Selasa bahwa mereka akan meluncurkan kebijakan untuk "memulihkan dan memperluas" konsumsi tanpa penundaan karena daya beli konsumen tetap lemah.
Yuan di pasar domestik menambah keuntungan kecil dan terakhir dibeli 7,1696 per dolar, setelah Bank Sentral China menetapkan kurs tengah harian yang lebih kuat dari perkiraan.
Baca juga: Yuan terpangkas 127 basis poin menjadi 7,1453 terhadap dolar AS
Baca juga: Dolar terhuyung dekati terendah satu tahun di awal Asia, euro melonjak
Baca juga: Pelemahan dolar melambat karena investor tunggu putusan Fed
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023