"Pada saat kampanye, para peserta pemilu, baik Presiden dan Wakil Presiden, para Calon Anggota Legislatif (caleg) maupun Dewan Pertimbangan Daerah (DPD) bisa mendapatkan sumber dana kampanye dari berbagai pihak," kata Hari Dermanto di Samarinda, Selasa.
Menurut Hari, sumbangan kampanye itu bisa diperoleh dari parpol sendiri, dari perorangan sampai dari sumber-sumber yang sah. Bisa pula dari perusahaan-perusahaan alias swasta di luar BUMN, BUMD, dan BUMDes.
Hari menyebutkan, batas jumlah sumbangan dana kampanye perorangan untuk calon presiden dan wakil presiden itu sudah ditentukan dengan batasan maksimal Rp2,5 miliar, lalu dari korporasi maksimal Rp25 miliar. Begitu pula sumbangan untuk parpol peserta pemilu.
"Sedangkan untuk DPD, sumbangan perorangan Rp750 juta, korporasi Rp1,5 miliar. Di situ kalau kita lihat, kita bisa memotret relasi politik dengan korporasi itu mulai terjadi saat sumbangan dana kampanye digelontorkan," kata Hari Dermanto.
Hal itu bisa ditemukan melalui laporan dana kampanye parpol. Namun ada masalah dan menjadi kecacatan. Pertama, dari sisi nomenklatur, sumbangan dana kampanye itu definisinya berupa uang, barang, dan jasa.
"Sayangnya dalam audit dana kampanye, lembaga akuntan publik hanya mengaudit uang, sedangkan barang dan jasa harus dilakukan ekuivalen dengan sejumlah uang," tambahnya.
Hari menegaskan jika dilihat proses pembatasan sumbangan dana kampanye, pada dasarnya bertujuan untuk mengatur semua yang terlibat di dalam proses pemilu bahwa pemilu bukan perkara transaksi jual suara.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan hal yang berbeda, karena banyak caleg yang terpilih menjadi anggota dewan pada proses kampanye terlihat jor-joran untuk menarik simpati dari masyarakat.
"Proses pemilu seseorang bisa jadi eksekutif atau legislatif, itu sangat dipengaruhi dengan seberapa kekuatan uang yang menyertainya. Mungkin hal inilah yang melahirkan hubungan tarik menarik antara mereka yang terpilih dengan para pemilik modal atau pemberi sumbangan kampanye," jelasnya.
Ia menyebutkan, di banyak wilayah praktik tersebut dapat terjadi, dan upaya untuk memperbaikinya terus dilakukan.
Hal Itu katanya, dua kegiatan yang saling berkaitan, dalam artian bisnis dapat menunjang politik, demikian juga sebaliknya. Aktivitas bisnis dapat dimudahkan karena adanya kegiatan politik.
Menurutnya, kaitan antara bisnis dan politik itu sulit dilepaskan oleh para politikus, khususnya mereka yang membutuhkan bantuan dana kampanye.
"Penting untuk memiliki peraturan yang jelas dan ketat terkait dengan dana kampanye, termasuk dalam hal pelaporan dan audit," kata Hari.
Kekhawatiran dia terkait dengan peraturan yang hanya mengaudit sumbangan dana kampanye dalam bentuk uang dan tidak mengaudit sumbangan dalam bentuk barang dan jasa adalah masalah serius.
Ia menegaskan, ketidakseimbangan tersebut dapat menciptakan celah untuk melaporkan dana kampanye yang tidak akurat dan mengabaikan sumbangan non-uang yang dapat memiliki nilai yang signifikan.
Selain itu, kata dia ketika calon legislatif (caleg) tidak didaftarkan sebagai pelaksana kampanye oleh partai politik, dana kampanye yang mereka terima tidak tercatat dalam data dana kampanye partai politik. Maka hal tersebut dapat menghasilkan laporan dana kampanye yang tidak benar dan tidak transparan.
"Pentingnya untuk memperkuat sistem pelaporan dana kampanye dan memastikan bahwa semua sumbangan, baik dalam bentuk uang maupun barang atau jasa, dilaporkan secara akurat dan transparan, ujar Hari.
***2***
Pewarta: Arumanto
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023