Jakarta (ANTARA News) - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi menilai, peraturan dan kaidah yang tercantum dalam sejumlah Peraturan Daerah (Perda) Syariah yang marak muncul di sejumlah daerah sesungguhnya merupakan penegasan dari isi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah berlaku di Indonesia.Pernyataan tersebut dikemukakan oleh KH Hasyim Muzadi kepada wartawan di sela-sela acara Konferensi Internasional Cendekiawan Islam (ICIS) ke-2 di Jakarta, Rabu, yang diselenggarakan oleh PB NU dan Departemen Luar Negeri (Deplu) RI."Sesungguhnya apa yang dilakukan sekarang, seperti anti perjudian, pelacuran ataupun minuman keras itu kan sudah ada di KUHP. Perda syariah hanya penegasan kembali saja," katanya.Namun, kata dia, penggunaan embel-embel syariah pada perda tersebut justru mengakibatkan pihak-pihak tertentu menjadi ketakutan dan phobia terhadap Islam. "Akibatnya, pihak-pihak yang tidak mengerti ini kemudian mencoba menentang itu dengan justru mendukung pelacuran, perjudian dan minuman keras," katanya. Menurut dia, ekspose yang berlebihan pada kasus itu membuat masyarakat umum merasakan ketakutan yang berlebihan. Dia juga menyebutkan bahwa opini publik yang berkembang selama ini menganggap seolah-olah aksi atau tindak kekerasan hanyalah yang berupa perusakan fisik seperti pemecahan kaca sedangkan liberalisme atau penyerangan pada kaidah agama sama sekali tidak dianggap sebagai radikalisme. "Padahal, kerugian akibat pembongkaran paradigma agama jauh lebih besar dari pecahnya kaca," katanya. Dia juga mengungkapkan, arti pentingnya menyuarakan suara moderat untuk menghentikan konflik Barat dan Timur Tengah yang melelahkan. Hasyim menyerukan, perlunya memberdayakan umat Islam yang moderat dengan memperkuat suara moderat dalam dunia Islam yang semakin penuh tantangan dewasa ini. "Kita yakin umat Islam memiliki kapasitas untuk menangani berbagai tantangan berat yang menghadang dan berkompeten untuk kembali membumikan Islam yang Rahmatan lil Alaamin," kata Hasyim. ICIS, ujarnya, memiliki potensi besar untuk menjadikan pemikiran moderat mengemuka. Umat Islam yang moderat, ujarnya, bukanlah umat Islam yang tidak memiliki pendapat dan berpandangan teguh pada apa yang benar dalam Islam, yang menyeimbangkan antara agama dan toleransi, serta yang berjuang untuk perdamaian, kesejahteraan sosial dan keadilan. Islam yang moderat, ujarnya, juga yang memelihara solidaritas antara sesama muslim dan mendukung pihak-pihak yang lemah atas nama kemanusiaan dan perdamaian. Hasyim juga menyebutkan, perlunya Umat Islam berupaya untuk menyatukan sumber-sumber daya yang ada, terutama sumber keuangan dan membangun hubungan satu dengan lainnya lebih erat, serta meningkatkan solidaritas dan menjembatani umat Islam dan dunia. ICIS juga diharapkan dapat menguatkan persatuan di antara umat Islam, ulama dan cendekiawan dari berbagai mazhab yang berbeda, budaya untuk berbagi dan memecahkan masalah penting bagi umat. Hasyim juga melaporkan, pada ICIS I 2004, konferensi itu dihadiri 250 partisipan dari 42 negara, namun ICIS II 2006 kali ini partisipan yang hadir lebih dari 300 cendekiawan dari 53 negara. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006