Menurut saya persaingan di partai politik lebih baik adalah persaingan terbuka tanpa afirmasi kepada kaum perempuan, sehingga figur-figur yang terpilih adalah figur-figur yang benar-benar memiliki kompetensi dan berkualitas,"
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dari Universitas Indonesia Ani Soetjipto menilai partai politik merekrut kaum perempuan dalam perspektif gender sebagai pengurus partai maupun calon anggota legislatif masih sebatas kuantitas.
"Partai politik baru berusaha memenuhi aturan perundangan secara kuantitatif yakni keterwakilan perempuan 30 persen," kata Ani Sutjipto pada diskusi "Pilar Negara: Penguatan Peran Politik Perempuan" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.
Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah, Wakil Ketua MPR RI Melani Leimina Suharly dan Ketua Komisi VIII DPR RI Ida Fauziah.
Menurut Ani Sutjipto, dari pendekatan kuantitas saja belum memenuhi kuota, apalagi dari pendekatan kualitas atau substansi.
Realitasnya, kata dia, hasil pemilu legislatif 2009, keterwakilan perempuan di DPR RI sekitar 18 persen, di DPRD provinsi sekitar 16 persen, serta di DPRD kabupaten dan kota sekitar 12 persen.
"Keterwakilan perempuan di parlemen, ternyata belum mampu mengubah citra dan kinerja parlemen serta belum mampu menyuarakan isu gender dalam proses pembuatan perundang-undangan," katanya.
Menurut Ani, kondisi ini menunjukkan bahwa keberadaan anggota parlemen perempuan baru sebatas kuantitas tapi belum memasuki kualitas.
Dengan citra dan kinerja yang sama di parlemen, menurut dia, menunjukkan keberadaan kaum perempuan belum memberikan kontribusi signifikan.
Peneliti pada Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia ini juga menyatakan, kurang sepakat terhadap aturan keterwakilan perempuan di parlemen tapi melalui afirmasi yakni kemudahan terhadap kaum perempuan.
Padahal, kata dia, anggota parlemen adalah wakil rakyat yang harus mengokomodasi aspirasi rakyat.
"Menurut saya persaingan di partai politik lebih baik adalah persaingan terbuka tanpa afirmasi kepada kaum perempuan, sehingga figur-figur yang terpilih adalah figur-figur yang benar-benar memiliki kompetensi dan berkualitas," katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi VIII DPR RI Ida Fauziah menyatakan, UU No 2 tahun 2011 tentang Parpol dan UU No 8 tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif mengamanahkan keterwakilan perempuan di parpol dan di parlemen 30 persen.
Menurut dia, keterwakilan perempuan di parlemen hasil pemilu legislatif 2009 yakni di DPR RI sekitar 18 persen, di DPRD provinsi sekitar 16 persen, dan di DPRD kabupaten/kota sekitar 12 persen.
Ida berharap hasil pemilu legislatif 2014, meskipun belum memenuhi kuota 30 persen, tapi paling tidak melampaui 20 persen.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menjelaskan, harapan peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen karena adanya dukungan KPU melalui keputusannya yang mengatur susunan daftar calon tetap (DCT) anggota legislatif harus ada perempuan pada 30 persen.
Ia mencontohkan, pada tiga besar DCT harus ada perempuan, apakah di nomor urut pertama, atau kedua, atau ketiga, demikian seterusnya.
"Aturan KPU itu membantu kaum perempuan untuk lebih berpeluang terpilih menjadi anggota parlemen," katanya.
Mantan Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI ini menilai, kaum perempuan pantas mendapat afirmasi untuk mendorong keterwakilan perempuan lebih banyak di parlemen.
(R024/Z003)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013