Jangan malah nanti jadi beban (daerah),"

Pontianak (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat meminta penghentian program penempatan transmigran ke wilayah itu termasuk rencana penempatan di kawasan perbatasan dengan Sarawak, Malaysia Timur.

"Untuk sementara itu belum ada, termasuk perbatasan," kata Gubernur Kalbar Cornelis di Pontianak, Senin.

Menurut dia, salah satu dasar pertimbangan adalah belum tuntasnya penetapan rencana tata ruang wilayah Kalbar.

Selain itu, ia menambahkan, di kawasan perbatasan banyak terdapat hutan lindung maupun kawasan lainnya. "Nanti siapa yang mau membayar tanahnya, jadi tidak segampang orang ngomong," kata Cornelis.

Ia mengingatkan, komitmen dalam program transmigrasi juga harus jelas. "Jangan malah nanti jadi beban (daerah)," kata Gubernur.

Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) Kalimantan Barat meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana penempatan 4.000 kepala keluarga dalam program transmigrasi daerah perbatasan di Kabupaten Sanggau.

"Pemerintah perlu mengkaji dan mengevaluasi kondisi terkini terkait daya dukung lahan dan kawasan hutan di perbatasan Kalbar. Jangan langsung menempatkan orang baru di perbatasan dengan kondisi daya dukung lahan yang sudah terbatas," kata Deputi Presiden MADN Kalbar, BL Atan Palil di Pontianak, Selasa (12/3).

Menurut dia, kebijakan itu dapat memicu konflik mengingat keberadaan masyarakat lokal yang sudah sangat terdesak oleh penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri di areal penggunaan lain.

Ia menambahkan, jumlah penduduk perbatasan di Kalbar sekitar 2,3 juta jiwa. Sementara itu, ada keberadaan tujuh perusahaan pemegang HPH, tiga perusahaan hutan tanaman, dan lima perusahaan perkebunan kelapa sawit.

"Sebagian besar kawasan sepanjang perbatasan merupakan kawasan konservasi hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan sebagian kecil areal penggunaan lain," ujar dia.

Ia khawatir, penempatan transmigrasi akan berdampak secara ekologis terhadap kawasan-kawasan tersebut. Misalnya penggunaan kayu hutan dalam skala besar, serta berdampak kepada masyarakat lokal yang telah turun temurun hidup di sekitar kawasan hutan dan mendapat manfaatnya.

"Pada tahun 1986, pernah ada transmigrasi di Sungai Dangin, Sanggau. Ini perlu dievaluasi," kata dia.

Ia menegaskan, jika kondisi terkini terkait sumber daya manusia, alam, sosial ekonomi dan budaya tidak dicermati, kebijakan yang sifatnya "top down" itu dapat menimbulkan persoalan baru bagi eksistensi masyarakat adat dan kawasan perbatasan sebagai teras NKRI.

(T011/N002)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013