Kuala Lumpur (ANTARA) - Medical Doctor sekaligus praktisi Neuro Parenting Skill Indonesia dr. Aisah Dahlan CMHt, CM. NLP mengatakan bahasa kasih sayang dapat menjaga keluarga dari penyimpangan perilaku, termasuk dari penyalahgunaan dan ketergantungan pada narkotika, psikotropika dan zat adiktif (napza).
Hal itu Aisah sampaikan dalam seminar "Parenting dan Keluarga Membangun Keluarga Bahagia di Era Digital" yang diselenggarakan di Masjid Asy-Syakirin, KLCC, Kuala Lumpur, Sabtu, yang diadakan MES Malaysia dan Himpunan Alumni (HA) IPB bersama Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Malaysia.
Kekuatan dari kalbu telah Imam Al Ghazali sampaikan pada 1110 masehi (M), di mana dalam jantung seseorang terdapat titik kalbu yang melafazkan suara Tuhan. Hasil penelitian Institute of HearthMath tahun 1998 membenarkan hal tersebut, namun sambungan suara Tuhan itu masih sangat tipis.
Jika otak manusia memiliki 100 miliar sel, maka terdapat 40.000 neuron dalam serambi kanan jantung seseorang. Dan saat seseorang membaca sesuatu, maka akan direkam juga di dalam jantung di mana suara Tuhan itu berada.
Maka peristiwa (buruk) yang terekam di otak terekam juga di hati (baca: jantung). Suara Tuhan itu akan tertutup oleh adiksi, sehingga suara Tuhan tertimbun.
Kaitannya dengan seorang pecandu napza, suara Tuhan itu akan muncul ke permukaan saat teman, sahabat, keluarga atau orang memberikan pencerahan. Namun sering kali, karena adiksi yang menahun dan pencerahan itu datang hanya sekali, maka suara Tuhan itu dapat tertimbun lagi.
Karena itu, perlu ada tempat rehabilitasi yang secara terus menerus memberikan nasihat atau pencerahan agar suara Tuhan yang tertimbun oleh rekaman lain di neuron otak maupun jantung pecandu napza tersebut muncul ke permukaan, sehingga mereka akhirnya termotivasi mau berubah.
Baterai kasih sayang
Aisah lantas menjelaskan soal Teori Baterai Kasih Sayang dari Dr Adi W Gunawan, praktisi hipnosis, di mana rasa aman dan nyaman seseorang berbanding lurus dengan isi baterai kasih sayangnya.
Layaknya baterai, maka harus diisi daya setiap hari, atau minimal tiga kali seminggu. Jika tidak, penyimpangan perilaku terjadi, sebagai indikasi isi baterai kasih sayangnya sudah mencapai batas kritis minimal.
Isi daya rangkaian baterai kasih sayang dengan lima bahasa kasih sayang, yakni kata-kata pendukung atau pujian, waktu berkualitas bersama, sentuhan fisik, pelayanan, dan menerima hadiah.
Kaitannya dalam mendidik anak, orang tua harus jeli terhadap anak-anak yang mengungkapkan bahasa kasih sayang yang berbeda-beda. Karena memang setiap orang memiliki urutan berbeda dalam rangkaian baterai kasih sayangnya.
Ucapkan bahasa kasih sayang minimal 15 menit sehari untuk anak-anak di bawah enam tahun agar baterai mereka selalu terisi.
Sedangkan mereka yang ada di usia enam tahun ke atas perlu dipastikan minimal dua urutan baterai teratas harus terisi dengan baik.
Bagi anak dengan urutan baterai pujian di urutan pertama, pastikan untuk memberikan kata-kata pendukung sebagai bentuk afirmatif agar aliran listrik pujian dalam menjalankan badan mereka dengan baik. Jika baterai pujian mereka kosong, mereka akan menjadi mudah mencela.
Untuk anak yang memiliki baterai sentuhan fisik di urutan pertama, maka jangan lupa beri sentuhan pada mereka, peluk mereka. Karena jika baterai itu kosong, anak akan menjadi suka mencubit, menggigit, dan perilaku fisik lainnya.
Sementara untuk anak dengan baterai pelayanan di urutan pertama, maka jangan lupa untuk mengucapkan terima kasih pada mereka. Jika baterai itu kosong, maka anak akan menjadi kasar, suka mem-bully, karena di rumah tidak diberi kesempatan untuk melayani.
Bagi anak dengan baterai waktu berkualitas di urutan pertama, maka temani mereka setidaknya 15 menit dalam setiap kali kesempatan. Jika tidak, mereka akan mudah ngambek dan mengunci diri dalam kamar.
Terakhir, anak dengan baterai menerima hadiah di urutan pertama, mereka akan senang membuat karya sendiri dan diberikan pada seseorang. Simpan dan rawat pemberian mereka dengan baik, jika tidak dipenuhi mereka menjadi akan sangat pelit dan tidak suka berbagi.
Konsep bahasa kasih sayang itu, baru lima tahun lalu diperkenalkan. Aisah telah menerapkan itu kepada suami dan anak-anaknya.
“Yang diperhatikan (urutan) baterai 1 dan 2 saja. Insya Allah anak tidak akan membangkang,” ujar dia, yang mengangkat tema “Bahasa kasih sayang di era digital” dalam seminar itu.
Ia menyakini tidak ada yang kesalahan dalam pola asuh orang tua, hanya saja mereka terkadang belum mengetahui atau kurang tahu tentang anaknya dan itu bisa diatasi.
Akan salah kalau kita selalu bilang salah. Akhirnya menyalahkan Allah.
Maka meminta maaf dan mencari tahu apa yang kurang, akan lebih baik. Teori baterai kasih sayang menjadi cara cepat mengobati batin seorang anak yang terluka (wounded inner child).
Orang terdekat
International Recovery Coach dari Malaysia Dato H Yunus Pathi Muhammad yang juga merupakan pendiri Yayasan Pengasih Malaysia juga mengatakan, perlu ada satu kawan baik, entah itu istri, kakak, abang, adik yang benar-benar dipercaya dan mau mendengar tanpa prasangka terhadap si pecandu.
Dato Yunus yang merupakan mantan pecandu mengaku bersyukur memiliki kawan baik yang akhirnya dapat memotivasi mengeluarkan diri dari ketergantungan narkotika.
Banyak pecandu napza yang tidak dapat berubah dengan cara rehabilitasi. Itu karena keluarga atau orang terdekat tidak terlibat dan menyerahkan begitu saja dengan pusat rehabilitasi.
Maka pusat rehabilitasi narkotika harus memiliki program yang jelas untuk dapat benar-benar melepaskan mereka yang mengalami ketergantungan terhadap napza.
Jika ibu bapak tidak aktif, keluarga tidak terlibat, semua akan menjadi susah. Jika pecandu sendiri, tidak ada kekuatan, maka yang terjadi bisa kambuh.
Perjuangan spiritual pada akhirnya yang dapat mengubah diri pecandu napza. Karena itu perlu mengamalkan tasawuf, bukan hukuman seperti penjara.
Omar Abdullah, yang juga mantan pecandu narkotika mengatakan sudah merasakan dinginnya tembok penjara hingga tidur di pinggir jalan karena barang haram itu.
Dirinya mengaku tidak memiliki kekuatan untuk keluar dari titik terendah dalam hidupnya itu. Spiritualitas menjadi inti perjuangan sampai akhirnya dapat keluar dari jerat napza, dan keluarga perlu paham seiring sejalan.
Turut hadir mengikuti seminar tersebut yakni Istri Duta Besar RI untuk Malaysia Kiki Hermono dan Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia Kuala Lumpur Prof Muhammad Firdaus.
Hadir pula pengurus dan pengajar sejumlah Sanggar Bimbingan (SB) yang ada di Kuala Lumpur, mahasiswa Indonesia di Kuala Lumpur, WNI dan warga Malaysia.
Ketua Panitia Seminar Parenting dan Keluarga Membangun Keluarga Bahagia di Era Digital dari Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) Dian Permata Sari mengatakan keluarga mempunyai peranan penting dalam tumbuh kembang anak. Sehingga orang tua hendaknya belajar dan membekali diri dengan informasi tentang tumbuh kembang anak.
Sehingga pada akhirnya, Dian yang juga merupakan Dewan Pengurus Cabang Internasional (DPCI) Himpunan Alumni (HA) IPB University Malaysia mengatakan orang tua juga bisa menentukan pola didik dan efektif bagi anak.
Dengan dua tema seminar tersebut, harapannya orang tua maupun calon orang tua tahu cara memonitor dan mendisiplinkan anak-anak mereka, sehingga bisa membina keluarga yang bahagia yang saling peduli dan menyayangi.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023