Brussel (ANTARA News) - Pemerintah negara-negara anggota Uni Eropa (UE) pada Jumat menolak upaya Prancis-Inggris untuk membuat UE mencabut embargo senjata agar mereka bisa mengalirkan persenjataan bagi para pemberontak Suriah.

UE menganggap pencabutan embargo bisa menyulut perlombaan senjata serta memperburuk kondisi yang tidak stabil di Suriah.

Prancis dan Inggris mendapatkan sedikit dukungan bagi proposal yang mereka ajukan pada pertemuan tingkat tinggi di Brussel, kata para diplomat, namun para menteri luar negeri UE akan mempertimbangkan kembali masalah itu pekan depan.

Presiden Prancis Francois Hollande, yang didukung oleh Perdana Menteri Inggris David Cameron, menekankan pentingnya embargo dicabut, dengan mengatakan bahwa Eropa bisa dianggap membiarkan rakyat Suriah dibantai.

Negara-negara Barat sebagian besar bersikap memperhatikan selama pemberontakan dua tahun terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Menurut penaksiran Perserikatan Bangsa-Bangsa, sudah sekira 70.000 orang yang tewas pada masa pemberontakan tersebut.

Kanselir Jerman Angela Merkel, yang merupakan penentang utama dalam hal pencabutan embargo senjata, mengatakan ada bahaya yang mengancam bahwa sekutu Assad, yaitu Rusia dan Iran, mungkin meningkatkan aliran apersediaan persenjataan bagi pemerintah Suriah jika UE --yang beranggotakan 27 negara-- itu mencabut embargo.

Hanya karena Inggris dan Prancis saat ini menginginkan larangan itu dicabut, tidak berarti 25 negara anggota lainnya harus mengikuti keinginan itu, kata Merkel dalam jumpa pers di Brussels.

"Selain itu, menurut pandangan saya, ini alasan yang sangat bagus... melihat kenyataan bahwa Iran dan juga Rusia sedang menunggu sinyal untuk mengekspor persenjataan dan kita harus juga menyadari situasi rawan di Lebanon dan apa artinya mempersenjatai Hisbullah," ujarnya

Para pejabat Jerman mengutip apa yang terjadi di Afrika Utara, yaitu tempat senjata yang diselundupkan dari Libya telah membantu persenjataan kalangan Islamis di Mali.

Presiden Dewan Eropa Herman van Rompuy mengatakan pemimpin negara-negara UE telah meminta para menteri luar negeri mereka untuk menyikapi embargo senjata "sebagai sebuah prioritas" pada pertemuan mereka 22-23 Maret mendatang di Dublin.

Sementara itu, Hollande mengatakan ia telah mendapatkan jaminan dari oposisi Suriah bahwa senjata yang akan dikirimkan kepada mereka akan sampai kepada pihak yang tepat.

Para pejabat Prancis mengatakan bahwa, setidaknya untuk saat ini, Paris berkeinginan agar embargo dihentikan sebagai alat tawar menawar untuk memberikan tekanan kepada Assad daripada untuk benar-benar menyedikan persenjataan.

Inggris juga belum mengatakan bahwa pihaknya akan mempersenjatai para pemberontak.

Prancis dan Inggris membuka kembali masalah Suriah hanya beberapa hari setelah negara-negara UE melakukan perdebatan untuk melunakkan embargo yang akan memungkinan pemberian bantuan senjata tidak mematikan kepada pihak oposisi --seperti kendaraan lapis baja dan bantuan teknis.

Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan tekanan harus diterapkan agar transisi bisa terwujud di Suriah.

Embargo senjata merupakan bagian dari paket sanksi-sanksi yang diterapkan Uni Eropa terhadap Suriah dan bergulir setiap tiga bulan.

Perpanjangan embargo disepakati bulan lalu dan akan berakhir pada 1 Juni mendatang.

Prancis dan Inggris sama-sama menunjukkan kemungkinan bahwa mereka akan bertindak sendiri jika kesepakatan secara luas di Uni Eropa tidak tercapai. (T008/M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013