Protes di Libya saja dapat mengambil lebih dari 250.000 barel minyak per hari dari pasar

Singapura (ANTARA) - Harga minyak bersiap untuk membukukan kenaikan mingguan ketiga berturut-turut buat pertama kalinya sejak April meskipun turun sedikit pada Jumat, karena kekhawatiran pasokan yang lebih luas atas gangguan di Libya dan Nigeria, dan harapan permintaan minyak mentah AS yang lebih tinggi di tengah pendinginan inflasi.

Baik minyak mentah berjangka Brent maupun minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS, diperdagangkan sedikit lebih rendah di sesi Asia. Brent turun 20 sen menjadi 81,16 dolar AS per barel, sementara WTI diperdagangkan 14 sen lebih rendah pada 76,75 dolar AS per barel pada pukul 06.34 GMT.

Kedua kontrak telah naik untuk tiga sesi berturut-turut yang berakhir Kamis (13/7/2023) dan di awal perdagangan Asia pada Jumat.

Pada Kamis (13/7/2023), beberapa ladang minyak di Libya ditutup di tengah protes suku setempat terhadap penculikan mantan menteri. Secara terpisah, Shell telah menangguhkan pemuatan minyak mentah Forcados Nigeria karena potensi kebocoran di terminal.

Protes di Libya saja dapat mengambil lebih dari 250.000 barel minyak per hari dari pasar, kata ANZ Research.

"Harga minyak mentah mendapat dorongan dari ekspektasi bahwa pasar minyak akan menjadi sangat ketat karena Libya dan Nigeria menghadapi gangguan, sementara ekspor minyak mentah Rusia akhirnya menurun," kata Edward Moya, seorang analis di OANDA, dikutip dari Reuters.

Arab Saudi dan Rusia, pengekspor minyak terbesar dunia, sepakat bulan ini untuk memperdalam pemotongan minyak sejak November tahun lalu, memberikan dukungan lebih lanjut untuk harga minyak mentah.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada Kamis (13/7/2023) meningkatkan perkiraan permintaan minyaknya untuk tahun 2023, menambahkan memperkirakan permintaan akan tumbuh 2,2 persen pada tahun 2024.

National Australia Bank mengatakan dalam catatan penelitian pada Jumat pihaknya memperkirakan perkiraan OPEC, jika terwujud, "mengirimkan harga minyak jauh di atas 100 dolar AS per barel", menambahkan bahwa pelemahan nilai dolar AS terus mendorong komoditas harga.

Harga konsumen AS naik moderat pada Juni pada tingkat kenaikan tahunan terkecil dalam lebih dari dua tahun karena inflasi terus mereda. Harga produsen juga hampir tidak naik pada Juni, dan kenaikan tahunan adalah yang terkecil dalam hampir tiga tahun.

Kedua indikator itu memberi pasar harapan bahwa Federal Reserve AS hampir mengakhiri kampanye pengetatan kebijakan moneter tercepat sejak 1980-an.

Baca juga: OPEC perkirakan permintaan minyak global tumbuh 2,2 persen pada 2024
Baca juga: Minyak naik di awal Asia karena pasokan ketat, inflasi AS lebih rendah
Baca juga: Minyak melonjak karena dolar melemah di tengah pendinginan inflasi AS

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023