Dari hasil penelitian di sekitaran Gunung Slamet didapatkan 11 spesies rayap dengan spesies yang paling dominan adalah Schedorhinotermes sp, yaitu rayap kayuPurwokerto, Jateng (ANTARA) - Dosen Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Dr Hery Pratiknyo mengatakan Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, merupakan daerah endemis rayap.
"Hal itu diketahui berdasarkan hasil penelitian yang saya lakukan di sekitaran Gunung Slamet dari sisi timur, selatan, dan barat, yang kemudian saya turunkan ke wilayah Banyumas," katanya di Purwokerto, Banyumas, Jumat.
Dari hasil penelitian di sekitaran Gunung Slamet tersebut, dia mendapatkan 11 spesies rayap dengan spesies yang paling dominan adalah Schedorhinotermes sp, yaitu rayap kayu.
Selanjutnya, ia a mencoba meneliti persebaran rayap itu dari wilayah yang berada di ketinggian hingga daerah rendah, khususnya Banyumas untuk mengetahui apakah ada perbedaan persebaran di masing-masing wilayah.
"Meskipun yang paling dominan Schedorhinotermes sp, waktu menurun sampai di bawah Baturraden, Banyumas, sudah berubah. Yang dominan sama dengan yang di utara Gunung Slamet, yakni Macrotermes gilvus, Microtermes insperatus, dan Odontotermes javanicus," katanya.
Menurut dia, pihaknya pun melanjutkan penelitian untuk mengetahui pengaruh atau daya serang tiga spesies rayap itu terhadap rumah-rumah warga, dan ternyata ketiganya mempunyai sebaran yang berbeda.
Dalam hal ini, kata dia, Macrotermes gilvus paling dominan persebarannya di Banyumas yang diketahui dari hasil penelitian dengan sampel sebanyak 31 desa karena di seluruh lokasi ditemukan rayap itu.
"Macrotermes gilvus adalah rayap tanah yang menjadi laron. Ini merupakan salah satu spesies rayap yang paling banyak menyerang kayu-kayu di perumahan," katanya.
Bahkan, kata dia, serangan Macrotermes gilvus tidak hanya terjadi pada rumah-rumah warga di perkampungan, juga di kompleks perumahan.
Oleh karena itu, lanjut dia, ketika akan mendirikan bangunan atau rumah haru ada perlakuan khusus terhadap tanah yang menjadi lokasi pembangunan guna mengantisipasi terjadinya serangan rayap.
Hery mengatakan berdasarkan kajian yang dilakukan sejumlah pihak, anggaran untuk memperbaiki rumah lebih besar dari biaya untuk membangun rumah baru.
"Tanah yang akan digunakan untuk membangun rumah sebaiknya dikeruk, dibersihkan sampai benar-benar bersih, jangan cuma diuruk. Apalagi selama ini pembangunan perumahan dilakukan dengan mengonversi lahan," katanya.
Ia mengatakan pembersihan itu dilakukan agar tidak ada sisa kayu atau akar yang berpotensi menjadi sarang rayap ketika rumah atau bangunan tersebut telah berdiri.
Menurut dia, sumber makanan bagi rayap tanah atau Macrotermes gilvus adalah selulosa dari sampah humus maupun kayu yang tidak kering atau kayu yang lembap.
Dalam hal ini, kata dia, kayu yang tertimbun tanah menjadi lembap sehingga dijadikan sumber makanan dan sarang bagi rayap.
"Yang bahaya adalah di bawah tidak kelihatan, tahu-tahu sudah di usuk," tegasnya.
Ia mengimbau masyarakat untuk tidak membuang sampah humus atau sampah kayu di sekitar rumah karena hal itu sama saja dengan memelihara rayap.
"Kalau sampah ini habis, rayap itu akan pindah ke rumah," demikian Hery Pratiknyo.
Baca juga: Peneliti bio-ekologi: Tak semua rayap timbulkan kerusakan parah
Baca juga: Rayap mengancam pohon-pohon di Kebun Raya Bogor
Baca juga: Tindakan Preventif Atasi Perkembangbiakan Rayap
Baca juga: Dua Pakar IPB Pastikan Istana Merdeka Diserang Rayap
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2023