Kami sudah uji mutu dan rasa kopi, hasilnya memang baik.
Pontianak (ANTARA) - Satu per satu polybag berukuran 10 cm x 20 cm diisi tanah yang sudah dicampur pupuk organik dari kotoran hewan dan sekam padi. Setelah diisi, wadah untuk tanaman tersebut disusun rapi bersama ratusan polybag lainnya.
Polybag yang beberapa hari sebelumnya terisi, kemudian ditanam bibit kopi jenis liberika. Hal itu dilakukan Budi, Ketua Kelompok Tani (Poktan) Batu Layar Sejahtera, Desa Sendoyan, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
Bibit kopi yang disiapkan Budi dan sejumlah anggota lainnya tersebut sebagai langkah dan tahapan dalam program Gerakan Tanam Kopi Liberikan Sendoyan yang telah dicanangkan sebelumnya.
Gerakan tanam tersebut juga sebagai upaya menggalakkan kembali budi daya kopi jenis liberika untuk mengembalikan kejayaan kopi jenis ini desa itu, yang sempat jaya sebelum tahun 2000.
Aktivitas budi daya kopi di Batu Layar yang dihimpun dari tokoh masyarakat dan petani, sejak 1979. Dulu, hasil dari komoditas tersebut menjadi satu di antara sumber pendapatan utama petani selain karet dan lada untuk biaya hidup, pendidikan, perabot rumah tangga, kendaraan, dan lainnya.
Artinya, secara ekonomi tanaman kopi yang diusahakan petani sangat memberikan pengaruh besar pada kesejahteraan petani.
Namun, seiring waktu dan ada tren berpindah ke komoditas lainnya seperti lada yang saat itu harganya sangat menjanjikan, perlahan tanaman kopi mulai ditinggalkan. Belum lagi komoditas sawit yang semakin gencar ditanam oleh petani. Hingga kini tinggal sebagian kecil tanaman kopi yang diusahakan petani atau hanya orang tertentu.
Untuk mengembalikan kejayaan kopi di desa itu, kelompok tani kembali menggelorakan untuk tanam kopi lagi.
Mengapa perlu pencanangan Gerakan Tanam Kopi Liberika Sendoyan, menurut Budi, hal itu sebagai upaya menggali potensi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Menurut sejarah, Dusun Batu Layar memang pernah berjaya dan menjadi sentra kopi.
Pernah menjadi sentra kopi, itu menunjukkan daerah atau tanah Batu Layar cocok untuk komoditas tersebut. Kemudian dalam budi daya tidak terlalu sulit.
Terpenting lagi sejak dulu budaya ngopi di Kabupaten Sambas bahkan Kalimantan Barat serta Nusantara tidak terlepas dari kata kopi atau ngopi.
Pada sisi lainnya pemenuhan kebutuhan lokal akan kopi di daerah masih minim dan sebagian besar penduduknya membeli kopi dari luar. Artinya dengan gerakan tanam kopi bisa menjadi solusi untuk kemandirian pemenuhan kebutuhan kopi lokal.
"Di sini, budaya ngopi itu masih kental. Setiap hari warga ngopi, baik pagi, siang, atau malam hari," ucap dia.
Baik musim panas maupun dingin, sajian minuman untuk pribadi atau tamu, lagi-lagi juga kopi. Karena ngopi demikian membudaya dan tanahnya juga subur, maka perlu digencarkan tanam kopi lagi.
Sementara itu, Tandi yang merupakan anggota Poktan Batu Layar Sejahtera hingga kini masih eksis budi daya kopi dan menjadi teladan poktan. Saat ini ia mengaku kewalahan memenuhi kebutuhan kopi liberika.
Dari kebun kopi seluas sekitar 1,5 hektare, kadang tidak bisa memenuhi permintaan masyarakat lokal setiap waktu. Bahkan untuk membeli kopi, konsumen harus pesan terlebih dahulu agar mendapat bagian. Untuk harga biji kopi dijual mulai Rp45.000 -- Rp50.000 per kilogram.
Budi daya kopi dilakukannya sejak awal pernikahan atau sekitar 20 tahun silam. Peremajaan kopi juga terus dilakukan. Ihwal perawatan kopi, tidak terlalu sulit namun tetap perlu telaten. Budi daya kopi, sebagian juga dilakukan tumpang sari dengan tanaman lain, yang sekaligus menjadi naungan.
Dalam pemupukan kopi menggunakan pupuk organik yakni dari kotoran hewan kambing yang dipelihara di sekitar kebun kopi. Kopi liberika tumbuh di atas tanah bercampur gambut. Hal itu memang cocok untuk jenis kopi liberika yang habitatnya di dataran rendah termasuk ada unsur gambutnya.
Dengan tanah yang subur dan perawatan yang cukup, menjadikan kopi yang diproduksinya diminati kedai kopi. Meski di tengah permintaan lokal yang tinggi, ia masihbmenyisihkan sebagian biji kopi ke kedai kopi di Kota Pontianak. Kedai kopi tersebut mendampingi pada pascapanen agar biji yang dihasilkan berkualitas dan sesuai standar.
"Kami sudah uji mutu dan rasa kopi, hasilnya memang baik. Densitas kopi sudah di atas 750 dari kategori normal 600, fermentasi yang diajarkan sudah diterapkan dan lainnya, " kata Tandi.
Terkait kendala, lebih pada pengelolaan pascapanen karena masih dikerjakan secara manual, mulai pengupasan kulit luar dan dalam. Pengerjaan secara manual berdampak pada bentuk biji kopi rentan banyak pecah dan pengerjaannya pun tidak bisa dalam jumlah banyak serta cepat.
Selain gerakan tanam, saat ini di hilir agar ada nilai tambah bagi petani juga dihadirkan kopi liberika bubuk kemasan dengan merek sesuai nama desa. Kopi bubuk yang diolah secara tradisional mulai menjadi perhatian dan diminati pasar. Kopi kemasan tersebut juga mampu mengenalkan Desa Sendoyan ke luar.Identitas kopi Kalbar
Pegiat dan pelaku usaha kedai kopi di Kalbar, Restu, mengatakan bahwa kopi jenis liberika sudah menjadi bagian identitas kopi Kalbar. Jenis kopi tersebut sangat diminati karena rendah kafein dan diklaim aman bagi lambung.
Liberika juga disebutnya jenis kopi agak langka dan unik karena memiliki karakter ada rasa buahnya, seperti pisang, nangka, dan lainnya.
Tanaman kopi ini tumbuh subur di dataran rendah atau di atas 2 mdpl dan ada unsur gambutnya sehingga di Kalbar sangat cocok dan potensial dikembangkan.
Apalagi buah kopinya lebih besar dari arabika dan robusta, namun dalam hal harga dan rasa bersaing.
"Kopi Kalbar sudah identik dengan liberika," ucap dia.
Usaha kopi yang dijalankannya memang fokus mengangkat liberika. Biji kopi liberika olahan dari Sambas kini menjadi pilihan favorit di kedai-kedai kopi di Kota Pontianak.
Kepeduliannya pada kopi Kalbar mendapat imbalan membanggakan, yakni juara 1 bidang kuliner pada ajang penganugerahan Bangga Buatan Indonesia di Jakarta, Desember 2022. Dukung budi daya
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalbar, Heronimus Hero mendukung masyarakat untuk mengembangkan komoditas kopi di Kalbar khususnya kopi liberika. Selain cocok dengan kondisi iklim di Kalbar, prospeknya juga baik sehingga bisa menjadi sumber pendapatan masyarakat.
Permintaan pasar terhadap kopi juga terus meningkat, baik dalam negeri maupun luar negeri, seiring gaya hidup masyarakat yang tidak terlepas dari minum kopi.
Saat ini sekitar 12 ribu hektare kopi di Kalbar, sebagian besar ditanami jenis liberika. Masing- masing daerah punya karakter rasa yang berbeda meskipun tipe kopinya sama.
Dengan potensi pasar yang besar, Gerakan Tanam Kopi Liberika melalui kelompok tani menjadi langkah nyata untuk mewujudkan kesejahteraan petani.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023