Manado (ANTARA News) - Penasehat Ekonomi Presiden Republik Indonesia, Dr. Syahrir, mengatakan masa-masa reformasi yang menghasilkan empat orang Presiden, ditandai berbagai ketidakpastian, kerancuan dan bahkan kekerasan. "Demokratisasi yang muncul nyaris lengkap dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan anggota-anggota badan legislatif di DPR RI Pusat, DPRD Propinsi dan kabupaten/kota dan Pilkada di berbagai daerah, menghasilkan suatu kondisi politik penuh keanekaragaman kegiatan politik positif hingga negatif," katanya ketika menyampaikan materi pada Kongres XVI ISEI di Kota Manado, Sulut, Selasa. Dari posisi positif, sambungnya, dalam masa reformasi dapat dilihat hubungan lebih langsung antara pemilih (voters) dengan pemimpin mereka, baik bidang dari posisi tertinggi, Presiden hingga posisi pada tingkat kabupaten/kotamadia. Sementara sisi negatif amat menonjol adalah berlangsungnya kekerasan bersifat fisik dan memakan korban, hingga potensi retaknya hubungan sesama bangsa disebabkan oleh semakin berkurangnya unsur kepercayaan (trust) antara rakyat dan pemimpin. Di bidang ekonomi, berbagai kecenderungan pembentukan opini yang terkadang saling berbenturan, sehingga tampak pula berlangsungnya inkonsistensi dalam melihat proses kebijakan itu dilaksanakan serta sekaligus dipertanyakan. "Bilamana kita mau melihat kaca spion dan mengkaji betapa proses transformasi struktural berlangsung dengan dosis demokrasi amat sangat terbatas, maka menjadi jelas apa artinya demokrasi, nyaris penuh, yang kita miliki sekarang sesungguhnya menyimpan banyak persoalan berat," kata Syahrir. Pemahaman tentang reformasi struktural selama 1967 - 1997 dapat memberikan sebagai "clue", kenapa demokratisasi dan desentralisasi mewujudkan dirinya pada kondisi reformasi yang penuh gejolak.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006