SKK Migas menyatakan kebutuhan migas akan terus meningkat hingga 2050.
Jakarta (ANTARA) - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) kembali menggelar The International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2023 (ICIOG 2023) yang akan berlangsung 20-22 September 2023 di Nusa Dua, Bali.
Acara tersebut sebagai salah satu upaya mendorong peningkatan investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas).
"The International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2023 (ICIOG 2023) adalah puncak kolaborasi bagi seluruh pemangku kepentingan industri hulu migas untuk meningkatkan kerja sama dalam menciptakan iklim investasi dan kreativitas yang mendukung pemanfaatan potensi migas Indonesia secara maksimal," kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis.
ICIOG 2023 tersebut menjadi ajang pertemuan regulator, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan untuk membahas isu-isu krusial di industri hulu migas serta menentukan langkah-langkah konkret yang harus diambil guna menjawab tantangan yang ada.
SKK Migas menyebut usaha-usaha menarik investasi melalui forum ICIOG telah dilakukan sejak 2020. Hasilnya, realisasi investasi semakin meningkat.
Pada 2020, realisasi investasi sebesar 10,5 miliar dolar AS. Kemudian pada 2021 naik menjadi 11 miliar dolar AS, pada 2022 menjadi 12,1 miliar dolar AS, dan pada 2023 ini ditargetkan akan tembus di angka 15,54 miliar dolar AS.
SKK Migas menyebut upaya untuk menjaring investasi hulu yang migas yang masif berangkat dari kesadaran bahwa sektor tersebut masih memegang peranan strategis dalam menunjang ketahanan energi nasional.
Meskipun Indonesia sedang dalam masa transisi energi menuju pencapaian net zero emission (NZE) 2060, migas tetap dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan energi. Konsumsi migas diperkirakan naik seiring peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), SKK Migas menyatakan kebutuhan migas akan terus meningkat hingga 2050, dengan kebutuhan minyak bumi diproyeksikan naik sebesar 139 persen dan gas alam naik sebesar 298 persen.
Meskipun persentase porsi migas dalam bauran energi turun, kebutuhan migas secara volume diperkirakan tetap mengalami peningkatan. Untuk itu, produksi migas harus ditingkatkan agar ketahanan energi nasional tetap terjaga.
“Berdasarkan tren transisi energi, pertumbuhan penggunaan gas akan lebih tinggi dibanding minyak karena gas relatif bersih dan bisa diterima dalam era transisi energi," ujar Dwi.
Selanjutnya, SKK Migas juga menyatakan peningkatan produksi migas dari lapangan yang sudah ada perlu dibarengi pula dengan peningkatan kegiatan eksplorasi secara masif.
Langkah itu diperlukan agar produksi migas tetap terjaga dan berkelanjutan seiring adanya penurunan produksi secara alamiah dari lapangan-lapangan tua.
Saat ini, Indonesia masih memiliki cadangan migas yang berpotensi untuk dieksplorasi dan dikembangkan. Untuk bisa mengoptimalkan potensi cadangan migas yang ada, sektor hulu migas Indonesia membutuhkan dukungan investasi berskala besar.
Pemerintah juga berkomitmen mendorong investasi di sektor hulu migas melalui pemberian insentif dan perbaikan skema kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC).
"Tahun ini, investasi di sektor hulu migas ditargetkan mencapai 15,54 miliar dolar AS atau naik 26 persen dibanding pencapaian investasi tahun lalu. Jika dibandingkan rencana peningkatan investasi hulu migas global yang naik 6,5 persen maka menunjukkan bahwa pertumbuhan investasi Indonesia melampaui rata-rata global," kata Dwi.
Selain untuk meningkatkan kegiatan eksplorasi dan produksi migas, SKK Migas menyebut kehadiran investor juga dibutuhkan guna mendukung pencapaian target NZE 2060 melalui penerapan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture storage/CCS) serta penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (carbon capture utilization and storage/CCUS) di industri hulu migas.
Implementasi teknologi CCS/CCUS tersebut bisa dilakukan dengan memanfaatkan cekungan-cekungan hidrokarbon yang sudah tidak lagi memiliki cadangan untuk diproduksikan (depleted reservoir) sebagai fasilitas penyimpanan karbon.
Indonesia memiliki potensi kapasitas penyimpanan karbon yang terbilang besar. Berdasarkan studi yang dilakukan Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki potensi kapasitas penyimpanan karbon sekitar 2 giga ton CO2 pada depleted reservoir migas yang tersebar di beberapa area serta sekitar 10 giga ton CO2 pada saline aquifer di West Java dan South Sumatra Basin.
Baca juga: SKK Migas mendukung transisi ke energi terbarukan di IKN
Baca juga: SKK Migas: 95 persen SDM KKKS di Kepri diisi tenaga kerja lokal
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023