"Perlu dipahami umumnya kasus-kasus kroni Soeharto, di antaranya kasus BLBI, terjadi di saat masih berlakunya UU No 3 Tahun 1971. KPK hanya bisa tangani kasus yang terjadi setelah berlakunya UU No 31 Tahun 1999," kata Tumpak.
Jakarta (ANTARA News) - Penanganan kasus korupsi kroni-kroni Soeharto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhalang oleh UU Korupsi No.31 Tahun 1999 yang berlaku sejak diterbitkannya UU tersebut, padahal kasus korupsi kroni Soeharto terjadi sebelum itu. Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, Tumpak Hatorangan Panggabean, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, mengatakan umumnya kasus kroni-kroni Soeharto terjadi di saat masih berlakunya UU korupsi yang lama, yaitu UU No 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tumpak mengatakan hal tersebut untuk menjawab pertanyaan anggota Komisi III DPR, Panda Nababan, yang bertanya apakah ada kasus-kasus kroni Soeharto yang ditangani oleh KPK. "Perlu dipahami umumnya kasus-kasus kroni Soeharto, di antaranya kasus BLBI, terjadi di saat masih berlakunya UU No 3 Tahun 1971. KPK hanya bisa tangani kasus yang terjadi setelah berlakunya UU No 31 Tahun 1999," kata Tumpak. Untuk itu, ia menambahkan, KPK hanya bisa berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dan melakukan supervisi terhadap kasus-kasus korupsi kroni Soeharto. Menurut Tumpak, KPK sebenarnya pernah menangani kasus korupsi yang terjadi sebelum berlakunya UU No 31 Tahun 1999, yaitu kasus korupsi pembelian helikopter MI-2 oleh Pemprov NAD dengan terdakwa Gubernur NAD, Abdullah Puteh, yang terjadi pada 1998. Salah satu terdakwa dalam kasus tersebut, Bram Manoppo, telah mengajukan uji materil UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang akhirnya menjatuhkan putusan bahwa UU KPK tidak berlaku surut. Artinya, KPK tidak bisa menangani kasus korupsi yang terjadi sebelum berlakunya UU tersebut. Namun, MA dalam putusan perkara kasasi Puteh dan Bram Manoppo yang telah berkekuatan hukum tetap justru memperberat hukuman kedua terdakwa tersebut dan menyatakan bahwa putusan MK bahwa UU KPK tidak berlaku surut adalah putusan yang tidak konsisten dan melampaui kewenangannya. Dalam RDP, Tumpak juga menyebutkan beberapa kasus yang disupervsi oleh KPK. Di antaranya adalah dugaan tindak pidana korupsi pengoperan tanah antara yayasan Fatmawati dengan Departemen Kesehatan yang ditangani oleh Kejaksaan Agung. Tumpak juga mengatakan KPK melakukan supervisi terhadap kasus korupsi di Kabupaten Kutai Kertanegara karena saat penyidik KPK berangkat ke Kutai ternyata kasus tersebut sudah ditangani di tingkat penyidikan oleh kepolisian setempat. "Karena itu, akhirnya KPK hanya supervisi untuk kasus korupsi di Kutai Kertanegara. Pihak kepolisan Kutai akan menggelar perkara tersebut di KPK pada pekan depan," ujar Tumpak.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006