Kami apresiasi putusan MK ini dan kita berharap semua pihak mendukung putusan ini,"
Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi yang mempermudah masyarakat menyalurkan suara dalam pemilihan kepala daerah dengan menggunakan kartu tanda penduduk dan kartu keluarga.
"Kami apresiasi putusan MK ini dan kita berharap semua pihak mendukung putusan ini," kata Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Muhammad Sulton Fatoni di Jakarta, Kamis.
Putusan itu, kata Sulton, diharapkan dapat menekan faktor biaya tinggi dan mempermudah teknis pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang selama ini masih terkesan rumit, terutama terkait pendataan dan pemetaan pemilih.
"Jika kita memiliki komitmen terhadap demokrasi yang substantif, maka pelaksanaannya bisa lebih sederhana, murah dan mudah," katanya.
Dengan bukti kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK), kata Sulton, Komisi Pemilihan Umum akan dengan mudah menentukan warga yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih, tanpa perlu melakukan pendataan ulang yang memakan waktu dan biaya.
"Kita sudah punya infrastruktur yang dibutuhkan KPU, dalam hal ini syarat bagi masyarakat untuk bisa menjadi pemilih, yang mana itu tidak perlu lagi dipersiapkan dari nol," katanya.
Putusan MK yang mempermudah masyarakat menggunakan hak pilih tersebut, lanjut Sulton, diharapkan dapat menaikkan partisipasi pemilih yang terus merosot dalam setiap pilkada.
"Yang perlu digarisbawahi, rendahnya partisipasi masyarakat di sejumlah pilkada belakangan ini dikarenakan persepsi pelaksanaannya yang rumit," katanya.
Menurut dia, putusan MK itu bisa diterapkan untuk kepentingan yang lebih luas, bukan hanya untuk pilkada, namun juga untuk pemilu legislatif dan pemilu presiden.
"Karena keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam pemilu akan menghasilkan pemimpin yang legitimatif," katanya.
Mahkamah Konstitusi, Rabu, memenangkan gugatan atas UU Pemerintah Daerah No. 32 Tahun 2004 Pasal 69 ayat 1, yang diajukan oleh dua warga Jakarta, Mohammad Umar Halimuddin dan Siti Hidayati, yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan gubernur karena ditolak petugas KPPS Kelurahan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur.
Majelis Hakim MK dalam putusannya menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena menghalangi masyarakat untuk manjadi pemilih hanya karena tidak terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT). Putusan itu dijatuhkan untuk menjamin tidak adanya pelanggaran hak konstitusional warga negara.
Majelis Hakim MK juga memerintahkan kepada KPU selaku pelaksana pilkada untuk membuat aturan khusus terkait putusan tersebut.
(S024/Z002)
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013