"Masih ditelusuri aset lain."

Jakarta (ANTARA News) - Harta tersangka tindak pidana pencucian uang terkait kasus korupsi pengadaan alat simulasi kendaraan roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tahun anggaran 2011, Irjen Pol Djoko Susilo (DS), lebih dari Rp100 miliar.

"Pemetaan KPK, asetnya lebih karena saat ini belum semuanya disita," kata juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi, di Jakarta, Kamis.

Pada Rabu (13/3) KPK menyita total 26 aset milik Djoko Susilo berupa tanah dan bangunan ditambah dengan tiga stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dan empat mobil bernilai total kurang dari Rp100 miliar.

"Nilai aset yang disita KPK dari DS belum sampai Rp100 miliar. Baru puluhan miliar," ungkapnya.

Namun, ia mengingatkan bahwa KPK masih menelusuri aset Djoko lainnya.

"Masih ditelusuri aset lain. Belum ada kesimpulan untuk melakukan penyitaan lagi," jelasnya.

KPK menyita SPBU milik Djoko berada di Ciawi (Jawa Barat), Kaliungu Semarang (Jawa Tengah) dan Kapuk Jakarta Utara, sedangkan aset properti milik Djoko tersebar di Jakarta, Semarang, Bandung, Solo, Yogyakarta dan Depok (Jawa Barat).

Aset properti milik Djoko tersebut disamarkan kepemilikannya menggunakan nama istri kedua dan ketiga, Mahdiana dan Dipta Anindita.

Baik Mahdiana maupun Dipta telah dicegah pergi keluar negeri oleh KPK.

KPK menengarai Djoko melanggar pasal 3 dan atau 4 Undang-undang No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pasal 3 ayat 1 dan atau pasal 6 ayat 1 UU 15 tahun 2002 tentang TPPU dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Dalam kasus korupsi simulator, KPK mendakwa Djoko melalui pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sehingga merugikan keuangan negara dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun.
(T.D017)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2013