Jakarta (ANTARA News) - Government Watch (Gowa) memperkirakan 60 persen pejabat publik maupun kepala daerah tingkat II memiliki ijazah palsu dan hal itu sesungguhnya telah mencoreng keabsahan nilai-nilai demokrasi serta menjadi ancaman bagi peradaban Indonesia. "Catatan ini diambil berdasarkan dari masih tingginya tingkat pemakaian ijazah palsu oleh bakal calon pada Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif maupun pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang berlangsung di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia," kata aktivis Gowa, Andi W.Syahputra dalam diskusi tentang "Fenomena Ijazah Palsu di Kalangan Pejabat Publik" di Jakarta, Selasa. Ia mengatakan, selama 2005 dari 226 Pemilihan Kepala Daerah untuk tingkat Provinsi, Kota dan Kabupaten di Indonesia yang dilaksanakan, lebih dari separuhnya diwarnai dengan praktik pemakaian ijazah palsu para calon. Sementara itu, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus berpendapat, maraknya kasus penggunaan ijazah palsu disebabkan oleh penegakan hukum Indonesia yang lemah dan aparat hukum yang tidak tegas. "Maraknya kasus ijazah palsu disebabkan oleh lemahnya hukum dan aparat yang tidak tegas. Dan dalam melakukan penyelidikan, pemerintah tidak konsisten dan kasusnya pun sering tersendat-sendat," katanya. Dia mengatakan, instansi yang paling bertanggung jawab dalam kasus ijazah palsu tersebut adalah partai politik (Parpol) dan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Menurut Petrus, kedua instansi itu dianggap paling bertanggungjawab karena sejumlah Parpol telah mengusung calonnya yang menggunakan ijazah palsu, sedangkan KPUD telah meloloskan mereka tanpa melalui seleksi yang cermat. "Beberapa Parpol telah memback up (mendukung) mereka yang memakai ijazah palsu sedangkan KPUD telah melancarkan jalannya (calon)," kata Petrus. Mantan Menteri Negara Otonomi Daerah Prof.Dr.Ryaas Rasyid yang turut menjadi pembicara dalam diskusi yang diselenggarakan News Link Forum itu mengatakan, praktik-praktik penggunaan ijazah palsu di Indonesia merupakan ancaman besar terhadap peradaban Indonesia. "Ini adalah awal dari rusaknya tatanan hidup dan kepalsuan sudah menjadi bagian dari gaya hidup," kata Ryaas Rasyid. Ia mengatakan, yang menjadi korban dari masalah ini adalah masyarakat atau rakyat yang dipimpin oleh pejabat yang tidak jujur. "Kepada diri sendiri saja tidak jujur bagaimana mungkin bisa jujur kepada rakyatnya," katanya menambahkan. Pada 2004, Polda Sulawesi Tenggara misalnya mencatat, 80 persen dari 30 kasus tindak pidana pemilihan umum di provinsi itu merupakan kasus ijazah palsu para calon legislatif (Caleg). Bahkan, Rudolf Pardede yang kini menjabat gubernur Sumatera Utara (Sumut) menggantikan almarhum Tengku Rizal Nurdin yang tewas dalam musibah jatuhnya pesawat Mandala beberapa waktu lalu sempat diganggu oleh kasus ijazah palsu.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006