"Dengan tidak adanya persentase angka di dalam Undang-undang Kesehatan, bukan berarti anggaran itu tidak ada, namun tersusun dengan rapi berdasarkan dengan rencana induk kesehatan dan berbasis kinerja berdasarkan input, output, dan outcome yang akan kita capai," kata Mohammad Syahril di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan tujuan rencana induk kesehatan agar semua kebijakan anggaran tepat sasaran dan tidak menghamburkan uang.
Syahril mengatakan besaran nominal mandatory spending tidak menentukan kualitas dari hasil yang dicapai.
Menurut Syahril kondisi saat ini terdapat 300 ribu orang di Indonesia setiap tahun wafat karena stroke, lebih dari 6 ribu bayi wafat karena kelainan jantung bawaan yang tidak bisa dioperasi, 5 juta balita hidup dalam kondisi stunting meski anggaran kesehatan yang digelontorkan sangat banyak.
“Artinya apa?, karena dulu pedoman belum ada, guideline belum ada, tapi uangnya sudah ada. Akhirnya malah terjadi kebingungan. Perencanaan copy paste dari tahun sebelumnya ditambah inflasi sekian, akhirnya outcomenya begitu begitu saja, karena belum terarah dengan baik," katanya.
Mulai tahun anggaran 2024, kata Syahril, Pemerintah menyusun terlebih dahulu rencana induk kesehatan dan pembagian peran antara pusat dan daerah terkait target capaian agar lebih terarah.
"Harapannya terjadi peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik," katanya.
Baca juga: Menkes: Manfaat kesehatan tidak ditentukan oleh besaran pengeluaran
Baca juga: Kemenkes: UU Kesehatan amanatkan 107 aturan pelaksana
Baca juga: Para guru besar soroti hilangnya "mandatory spending" di RUU Kesehatan
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023