Jakarta (ANTARA) - Analis pasar mata uang Lukman Leong menyatakan penguatan Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) disebabkan penurunan ekspektasi tingkat suku bunga The Fed menjelang rilis data inflasi AS yang diperkirakan kembali termoderasi.
“Dolar Amerika Serikat (AS) mengalami pelemahan ke level terendah dalam dua bulan terakhir,” ujar dia ketika ditanya Antara, Jakarta, Rabu.
Lebih lanjut, inflasi utama diperkirakan akan turun dari 4 persen menjadi 3,1 persen dan inflasi inti 5,3 persen menjadi 5 persen.
Menurut dia, inflasi utama yang diprediksi akan turun besar pada malam ini bukan hal mengejutkan di tengah harga energi, terutama gas alam, yang sudah turun jauh tahun ini.
Baca juga: Rupiah menguat sebab ekspektasi suku bunga tinggi AS segera berakhir
Sebelumnya, Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra mengatakan Rupiah dapat menguat terhadap dolar AS pada hari ini karena ekspektasi suku bunga tinggi di AS akan segera berakhir.
"Ekspektasi ini muncul karena data inflasi AS dalam tren turun dan malam ini data inflasi konsumen AS bulan Juni yoy/year on year diperkirakan turun ke 3,1 persen dari sebelumnya 4,0 persen," ucapnya.
Indeks dolar AS disebut juga mengalami penurunan ke arah level terendah bulan Mei 2023 di posisi 101. Begitu pula dengan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun juga terlihat turun ke bawah 4,0 persen.
"Di sisi lain, The Fed kemungkinan besar masih menjalankan kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps di rapat bulan Juli ini. Ini mungkin bisa menahan penguatan rupiah," kata Ariston.
Rupiah mengalami penguatan pada penutupan perdagangan hari sebesar 0,52 persen atau 79 poin menjadi Rp15.074 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.153 per dolar AS.
Sepanjang hari, rupiah bergerak dari Rp15.043 per dolar AS hingga Rp15.130 per dolar AS.
Baca juga: Rupiah pada Rabu pagi menguat menjadi Rp15.119 per dolar AS
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023