“Masyarakat menjadi lebih kuat dan lebih sehat ketika perempuan dan anak perempuan diberdayakan untuk memilih bagaimana dan kapan mereka ingin membangun keluarga yang mereka inginkan,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo yang dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Hasto menuturkan seluruh elemen masyarakat harus mendengarkan suara perempuan dan anak guna memahami tantangan yang dihadapi dalam membuktikan potensi mereka.
Pemberdayaan perempuan dan anak perempuan untuk menggunakan hak-haknya dalam membuat keputusan akan memberikan dampak langsung dalam membangun dunia yang lebih baik bagi banyak orang untuk hidup bebas dari kekerasan dan mencapai potensi optimal mereka.
Baca juga: Men-PPPA: Perempuan dan laki-laki mitra yang setara dalam pembangunan
"Sebab pada kelompok tersebut terlalu sering terjadi hambatan seperti tantangan ekonomi gender terhadap hak dan kesehatan seksual, reproduksi perempuan yang salah satunya adalah kurangnya akses pemakaian kontrasepsi yang menyulitkan perempuan menciptakan keluarga yang mereka inginkan, sehingga melanggar otonomi tubuh mereka yang mengancam masa depan global," katanya.
Kondisi itu, menurut dia, membatasi hak pilihan dan kemampuan perempuan untuk membuat keputusan tentang kesehatan dan kehidupan reproduksi mereka. Hal ini seringkali membuat mereka tidak bisa mencapai rencana reproduksi dan kesuburan yang mereka inginkan.
“Pemerintah harus membentengi hak perempuan dan anak perempuan serta kemampuan mereka untuk membuat pilihan berdasarkan undang-undang dan kebijakan, demi memastikan populasi global yang lebih inklusif dan tangguh,” ucap Hasto.
Baca juga: KPPPA dorong keterlibatan perempuan melalui program D/KRPPA
Hasto melanjutkan kondisi perempuan dan anak perempuan kian memprihatinkan. Berdasarkan penemuan yang dirilis oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ketidaksetaraan gender membuat banyak perempuan dan anak perempuan tidak bisa bersekolah, atau mendapatkan pekerjaan dan posisi kepemimpinan.
"Lebih dari 40 persen perempuan di seluruh dunia tidak dapat mengambil keputusan tentang kesehatan seksual dan reproduksi serta hak-hak reproduksi. Secara global diketahui seorang perempuan meninggal setiap dua menit karena hamil atau melahirkan, sedangkan dalam situasi konflik, jumlah kematian dua kali lebih tinggi," katanya.
Di Indonesia, seorang ibu meninggal hampir setiap jam akibat komplikasi kehamilan dan persalinan berdasarkan Long Form Sensus Penduduk 2020. Potret miris lainnya, satu dari empat perempuan pernah mengalami kekerasan oleh pasangan atau bukan pasangannya seumur hidup yang diketahui dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional Indonesia (SPHPN) 2021.
Baca juga: Pimpinan MPR: Nilai-nilai kesetaraan gender perlu terus dilanjutkan
Temuan lain, hanya enam negara di dunia yang jumlah anggota parlemennya setara antara laki-laki dan perempuan. Ketidaksetaraan gender akhirnya meningkatkan kerentanan perempuan dan anak perempuan terhadap kekerasan, praktik-praktik berbahaya, dan kematian ibu yang sesungguhnya dapat dicegah.
“Keinginan perempuan dan anak perempuan itu penting untuk didengar. Di mana pun, dalam lingkungan pembangunan dan kemanusiaan, di ruang daring maupun luring,” katanya.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023