Jakarta (ANTARA) - Bagi pasien parkinson, kini ada harapan baru untuk memperbaiki gejala penyakit tersebut dan meningkatkan kualitas hidup, yakni melalui operasi pemasangan Deep Brain Stimulation (DBS).
Dokter spesialis saraf RS Siloam Kebon Jeruk dr. Frandy Susatia, Sp.S, RVT, dalam siaran pers, Rabu, mengatakan, operasi DBS melibatkan pemasangan elektroda tipis pada bagian tertentu dari otak, yang kemudian memberikan impuls listrik untuk meningkatkan fungsi motorik atau menghambat aktivitas yang berlebihan pada saraf.
"Elektroda DBS bekerja dengan memberikan stimulus ke daerah otak tertentu yang terlibat dalam mengatur gerakan tubuh. Sinyal ini membantu mengurangi tremor, kekakuan, dan kesulitan bergerak yang terkait dengan parkinson," kata Frandy.
DBS juga dapat membantu mengurangi efek samping dari obat parkinson yang digunakan untuk mengontrol gejala. Menurut Frandy, selain menurunkan intensitas gejala, beberapa keuntungan lain dari DBS pada pasien parkinson antara lain mengurangi dosis obat yang dikonsumsi, prosedur yang aman, dan efektif dalam jangka waktu lama.
Terapi DBS juga dapat diatur sesuai dengan kebutuhan pasien. Dalam hal ini, penting bagi pasien untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai terapi DBS.
Baca juga: Dokter: Waspada parkinson di usia muda
Beberapa kriteria pasien yang cocok untuk dilakukan operasi DBS diantaranya memiliki diagnosis parkinson yang ditegakkan dengan jelas, telah memaksimalkan penggunaan obat, tidak mengalami efek samping signifikan dari obat, usia tidak lebih dari 75 tahun, kondisi kesehatan yang baik dan tidak memiliki penyakit medis lain yang bertentangan dengan operasi DBS, serta berkeinginan memperbaiki kualitas hidup dan menjalani gaya hidup sehat.
Dokter spesialis bedah saraf Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, Sp.BS yang berpraktik di RS Siloam Lippo Village Karawaci, RS Siloam Kebon Jeruk, dan RS Siloam MRCCC Semanggi mengatakan, proses pemasangan elektroda DBS pada pasien meliputi pemeriksaan MRI, pemetaan otak, hingga memasukkan elektroda DBS ke otak melalui lubang kecil pada tengkorak. Elektroda kemudian dipasang melalui tabung khusus.
"Setelah elektroda dipasang, dokter akan mengaktifkan stimulator yang berperan mengirimkan sinyal elektrik yang melalui elektroda ke otak dan memengaruhi sistem saraf yang mengendalikan gerakan," kata Agus.
Dia menambahkan, dokter juga akan menentukan frekuensi optimal dan arus listrik yang diperlukan untuk mengendalikan gejala parkinson.
Ketika prosedur selesai, pasien akan dimasukkan ke ruang pemulihan untuk dipantau oleh dokter dan tim medis. Pasien akan menjalani beberapa sesi pemrograman dan disarankan untuk melakukan beberapa aktivitas fisik saat tangan dan kaki distimulasi oleh DBS.
Baca juga: Mimpi buruk terus-menerus saat kecil beresiko penyakit Parkinson
Berdasarkan data dan penanganan pasien parkinson di Grup RS Siloam, tingkat keberhasilan dari prosedur DBS adalah sebesar 70-80 persen.
Dokter spesialis bedah saraf dari RS Siloam Lippo Village Karawaci Dr. dr. Rocksy Fransisca V. Situmeang, Sp.N mengatakan setelah pemasangan elektroda DBS, pasien tidak memerlukan pengobatan khusus. Umumnya, pasien melaporkan kondisi yang lebih baik pascaoperasi dan dapat mulai beraktivitas seperti biasa.
“Saat pascaoperasi, alat DBS masih dalam kondisi tidak aktif. Alat baru dinyalakan setelah 1-2 minggu pascaoperasi menunggu pemulihan luka pascaoperasi,” ujar Rocksy.
Rocksy mengatakan pengaturan stimulasi DBS mungkin berbeda pada setiap pasien, antara lain bergantung kepada usia, respons terhadap stimulasi dan keparahan gejala parkinson.
Dalam pemrograman DBS yang dilakukan, ketika pasien merasa sudah nyaman dan pergerakan tubuhnya membaik, pengaturan sederhana mampu bertahan hingga berbulan-bulan bahkan lebih dari setahun sehingga pasien tidak perlu melakukan kontrol rutin untuk setelan ulang terhadap DBS.
Baca juga: RSUD Soetomo kembangkan aplikasi operasi parkinson
Baca juga: Malas bergerak bisa sebabkan penyakit parkinson
Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023