Solok (ANTARA News) - Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz meminta Real Estate Indonesia (REI) membidik potensi sedikitnya 50.000 rumah untuk pegawai negeri sipil per provinsi atau sekitar 1,5 juta unit di seluruh Indonesia dengan konsep hunian berimbang.
"Mestinya REI mau membidik pasar potensial rumah untuk PNS. Kalau tiap provinsi 50.000 unit, berarti seluruh Indonesia ada 1,5 juta--1,6 juta rumah PNS," kata Menpera Djan Faridz kepada pers usai menghadiri Peresmian 100.000 unit Rumah Sederhana Tapak (RST), di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Rabu.
Menurut Menpera, jika menggunakan konsep hunian berimbang 1:2:3, yakni satu rumah mewah, dua rumah menengah, dan tiga RST (rumah bersubsidi), pengembang tidak akan rugi.
"Pertama, karena untuk rumah mewah dan menengah, harganya mekanisme pasar. Kedua, pengembang masih mendapatkan fasilitasi dari pemerintah," katanya.
Untuk itu, kata dia, sebaiknya pengembang tidak perlu takut karena untuk RST-nya, Kemenpera siap menyalurkan berapapun keperluannya melalui mekanisme Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
"Jadi, untuk rumah PNS, pasarnya pasti enak," katanya.
Tidak hanya itu, kata dia, pemerintah juga menyiapkan kredit kontruksi sebesar 70 persen untuk pengembang dan kredit pembebasan lahan 50 persen.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) sendiri mencatat kebutuhan rumah murah untuk masyarakat Sumbar 130.000 unit rumah dan sebagian besar adalah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Kebutuhan rumah Sumbar 2013, 130.000 unit atau KK, dan sebagian besar di tengah masyarakat berpenghasilan rendah," kata Wakil Gubernur Sumatera Barat Muslim Kasim pada kesempatan yang sama.
Ia menyebutkan, realisasi 2012, pembangunan rumah untuk MBR mencapai target, yaitu 10.000 unit. Kemudian, 2013 ditargetkan rumah yang terbangun 15.000 unit. "Tahun ini, targetnya 15.000 unit," katanya..
Namun, kata dia, beberapa kendala masih menghadang penyedian rumah layak bagi MBR, antara lain, tingginya uang muka atau down payment (DP) dan suku bunga perbankan sehingga kredit perumahan rakyat (KPR) sulit untuk disalurkan.
"Jadi, dibandingkan dengan provinsi lain, kami masih tinggi," ujar Muslim.
Oleh karena itu, dia berharap ada kemudahan untuk mengatasi kendala yang selama ini masih dihadapi, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
"Yang belum punya rumah kebanyakan nelayan, petani, sopir angkot, dan memang banyak juga terhambat masalah administrasi perbankan," katanya.
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013