Jakarta (ANTARA News) - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, menyatakan mantan Dirut PT Brocollin International, Dicky Iskandardinata, secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. "Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara secara bersama-sama dan berlanjut, dan menjatuhkan pidana penjara selama 20 tahun dan denda Rp500 juta subsider lima bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim, Efran Basuning, dalam amar putusannya. Sebelumnya, pemilik nama lengkap Ahmad Sidik Mauladi Iskandardinata itu dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum untuk dijatuhi pidana mati dan kewajiban membayar denda Rp500 juta subsider enam bulan, karena menerima dana sebesar Rp49,2 miliar dan USD 2,99 juta hasil pencairan L/C fiktif PT Gramarindo Group pada BNI Cabang Kebayoran Baru. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan unsur-unsur dalam pasal dakwaan yaitu pasal 2 (1) jo pasal 18 UU 31/1999 jo UU no 20/2001 jo pasal 55 (1) ke -1 jo pasal 64 (1) KUHPidana, telah terpenuhi dari pemeriksaan pokok perkara dalam sidang. Adapun unsur-unsur dari pasal dakwaan tersebut adalah "barangsiapa", "melakukan perbuatan melawan hukum", "memperkaya diri/orang lain/korporasi", "yang dapat merugikan keuangan negara", "secara bersama-sama" dan "merupakan perbuatan berlanjut." Pada tahun 2003, PT Brocollin International menerima dana investasi asing dari Adrian Waworuntu (sekarang berstatus terpidana seumur hidup) dan Marie Pauline Lumowa (tersangka yang masih buron) dari PT Gramarindo Group yang belakangan setelah diketahui merupakan hasil pembobolan L/C fiktif BNI Cabang Kebayoran Baru. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai karir Dicky selaku bankir seharusnya memiliki kepekaan tersendiri atau patut curiga dalam penerimaan dana investasi tersebut. Selain itu, terdakwa Dicky dan stafnya, Suharna dan Marhaeni Atmandiyah (keduanya telah divonis empat tahun) melakukan pemindahbukuan terhadap dana yang masuk ke tiga rekening PT Brocollin International ke rekening investasi dan juga rekening pribadinya. "Perbuatan terdakwa mengambil alih PT Brocollin International, membuka rekening untuk penerimaan dana, serta melakukan investasi pada bulan Juli hingga November 2003 sebagai unsur perbuatan berlanjut," kata pertimbangan hakim tersebut. Majelis Hakim menilai bahwa terdakwa yang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah tentunya harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan kejahatannya. Namun, menanggapi tuntutan Jaksa yang menuntut Dicky dinyatakan bersalah sesuai pasal 2 (1) jo pasal 2 (2) jo pasal 18 UU 31/1999 jo UU no 20/2001 jo pasal 55 (1) ke -1 jo pasal 64 (1) KUHPidana, Majelis menilai hal yang menyertakan perbuatan Dicky yang terlibat kasus Bank Duta sehingga dikenai tuntutan pidana mati itu harus ditolak. "Karena tidak diajukan dalam surat dakwaan," kata Majelis Hakim. Faktor Pemberatan Majelis Hakim menyatakan pemidanaan memiliki maksud pemberian nestapa dan pembelajaran agar terdakwa berkelakuan baik di kemudian hari. Dalam penjatuhan pidana penjara 20 tahun itu, Majelis Hakim memasukkan faktor pemberatan, yaitu perbuatan terdakwa yang sangat merugikan keuangan negara, juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan Indonesia, serta terdakwa yang tidak mengakui perbuatannya. "Terdakwa juga tergolong residivis atau dihukum berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan tetap dalam kasus pidana Bank Duta dan tidak membayar uang pengganti Rp800 miliar," kata hakim dalam pertimbangannya. Sebelumnya, pada tahun 1990-an, saat Dicky menjabat Direktur Bank Duta terlibat perdagangan valas dan dijatuhi pidana delapan tahun penjara dan kewajiban membayar uang pengganti Rp800 miliar, yang hingga kini tidak dipenuhinya. Namun, Majelis Hakim menilai sejumlah hal sebagai hal peringanan, yaitu sikap terdakwa Dicky yang bersikap sopan selama persidangan, koordinasi sejak awal dengan BNI dan Mabes Polri serta kondisi terdakwa yang sakit jantung. Mendengar putusan Majelis Hakim yang selesai dibacakan pada pukul 12.50 WIB itu, tim Jaksa Penuntut Umum yang diketuai Sahat Sihombing langsung menyatakan banding sementara kuasa hukum terdakwa, Augustinus Hutajulu menyatakan pikir-pikir. Sejumlah kerabat Dicky seperti istri, anak (sutradara Nia Dinata) dan menantu (artis Ersa Mayori) yang hadir di ruang sidang tampak menangis saat mendengar putusan terhadap Dicky. Ditemui usai sidang, Dicky menyatakan dirinya tidak terima atas putusan itu, karena dirinya tidak tahu menahu asal dana tersebut. (*)
Copyright © ANTARA 2006