Jakarta (ANTARA) - Cyberbullying atau perundungan di dunia maya merupakan segala bentuk kekerasan melalui dunia maya atau internet yang dapat terjadi oleh beragam kalangan, termasuk anak-anak dan remaja. Psikolog Asosiate LPT UI Depok, Rosana Dewi Yunita, M.Si, Psi. pun memberikan beberapa hal yang perlu diketahui orang tua jika cyberbullying terjadi pada anak.

Cyberbullying acap kali terjadi karena perkembangan teknologi digital saat ini yang cukup pesat. Bahkan, penggunaan media sosial, seperti Twitter, Instagram, TikTok, dan lainnya kerap menjadi tempat cyberbullying tersebut dapat terjadi.

“Efek bullying, baik di online maupun di lingkungan sebenarnya mirip,” kata Rosanna saat dihubungi ANTARA, Selasa.
Menurut Rosanna, perundungan secara daring atau cyberbullying maupun secara langsung memiliki efek dan tanda yang mirip. Oleh sebab itu, perundungan dalam bentuk apapun merupakan hal serius dan harus segera di atasi.

Baca juga: Literasi digital langkah awal cegah anak dari kekerasan "online"

Baca juga: Psikolog: Orang tua harus edukasi anak agar miliki empati


Tanda anak dan remaja mengalami cyberbullying

Beberapa tanda cyberbullying yang mungkin terjadi pada anak dan remaja, antara lain terlihat murung, terlihat lebih diam dan komunikasinya yang berkurang, dan tidak bersemangat. Selain dari segi perubahan tingkah laku, terkadang anak dan remaja yang mengalami cyberbullying juga mengalami gejala gangguan psikosomatis.

Gejala gangguan psikosomatis merupakan hubungan antara pemikiran atau psikis yang dapat memengaruhi kondisi tubuh atau sebaliknya. Misalnya, saat anak mengeluh sakit, tetapi saat diperiksakan ke dokter tidak ada tanda gangguan atau masalah kesehatan yang diderita mereka.

Pada anak dan remaja yang mengalami cyberbullying, gejala fisik atau gangguan psikosomatis tersebut mungkin terjadi pada mereka. Selain itu, Rosanna mengatakan anak dan remaja yang mengalami cyberbullying cenderung tidak termotivasi saat melakukan kegiatan atau hobi yang mereka sukai sebelumnya.

“Hobi-hobi yang tadinya ia minati, ia kelihatan ceria, ketika mengalami perundungan, ia jadi tidak terlihat percaya diri dan takut untuk keluar atau bersosialisasi,” kata Rosanna.

Usia rentan cyberbullying terjadi pada anak dan remaja

Rosanna menjelaskan bahwa saat ini kebebasan mengakses informasi tidak lagi membuat cyberbullying merujuk pada salah satu atau sebagian usia saja, melainkan dapat terjadi pada usia berapa pun. Bahkan, anak berusia sekolah dasar dapat mengalami atau menjadi pelaku cyberbullying itu sendiri.

Bagi anak-anak pelaku cyberbullying, hal tersebut dapat terjadi baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Terkadang, anak-anak tersebut hanya mengikuti apa yang mereka lihat di media sosial dan internet saja.

Misalnya, menulis komentar dengan kata-kata kasar, membuat video yang bernada merendahkan kepada satu atau beberapa pihak, dan lainnya. Mengikuti teman sebaya atau orang lain kerap dilakukan oleh anak-anak, dan tanpa sadar hal tersebut dapat menimbulkan cyberbullying dan membuat mereka menjadi pelaku dari cyberbullying tersebut.


Baca juga: Pelaku bullying di sekolah tidak hanya siswa bisa juga pendidik

Peran orang tua dan guru untuk menghindarkan anak dari cyberbullying

Adapun cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru adalah perlunya memberikan pemahaman akan interaksi dengan orang lain pada anak. Ajarkan pada anak bagaimana sikap mereka terhadap orang lain.

Rosanna juga mengatakan peran agama tidak kalah penting untuk membentengi anak dari cyberbullying. Penanaman nilai agama, mulai dari etika, adab, dan aturan dalam berhubungan dengan orang lain.

“Jadi, anak pun memiliki landasan yang kuat, baik itu saat berselancar di internet, apakah ia berada di lingkungan sekolah sesungguhnya,” kata Rosanna.

Berikan pemahaman dengan nilai-nilai baik yang dapat dilakukan oleh anak. Jangan lupa untuk memberikan contoh, seperti bagaimana anak yang harus menghormati guru, menghargai teman, dan lainnya.

Tidak hanya orang tua, peran guru pun penting untuk mengajarkan anak bagaimana cara mereka dalam bersikap agar cyberbullying dan bentuk perundungan lainnya dapat dihindari. Guru dapat melakukan metode variatif, seperti mengajarkan kebaikan melalui lagu, cerita, dan kegiatan belajar-mengajar lainnya.

Selain itu, orang tua dan guru diharapkan dapat berdiskusi secara aktif pada anak agar mereka dapat lebih memahami apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Ajak anak untuk berpendapat dan sebaiknya rangkul mereka untuk setiap hal yang mereka lakukan.

Jika anak merupakan pelaku dari cyberbullying, cari tahu faktor penyebab anak melakukan hal tersebut. Lakukan komunikasi dengan anak bahwa hal yang dilakukan tersebut salah dan ajak anak untuk belajar dari kesalahan mereka tersebut.

Namun, jika komunikasi biasa tidak dapat dilakukan, segera konsultasikan ke psikolog agar anak mendapatkan penanganan yang tepat. Begitu juga bagi anak dan remaja yang menjadi korban dari cyberbullying, lakukan konsultasi dengan psikolog agar mereka pun dapat segera pulih.

“Bimbing dan pantau anak karena apa yang anak dan remaja suka, hal itu yang mereka lakukan. Kemampuan komunikasi dan diskusi interaktif pada anak itu penting,” kata Rosanna.

Baca juga: Jaksa edukasi pelajar terkait perundungan melalui dunia maya

Baca juga: Hampir separuh remaja AS alami cyberbullying

Baca juga: Interaksi anak-orang tua kunci edukasi pencegahan kekerasan seksual

Pewarta: Vinny Shoffa Salma
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023