Hanoman yang muncul di panggung memberi impresi sangat berbeda...

Jakarta (ANTARA News) - Arena tertutup tenis Senayan, Sabtu sore (23/2) menjadi "rumah" baru bagi Hanoman di mata ribuan penonton, dalam drama musikal Hanoman - The Musical. Bukan kebetulan jika Hanoman yang muncul di panggung memberi impresi sangat berbeda ketimbang yang terlanjur melekat dalam benak hadirin.


Bicara Hanoman, berarti bicara perseteruan Batara Wishnu dan Rahwana melalui babad wayang Rama-Shinta. Rahwana diberi kekuasaan luar biasa dari Sang Hyang Batara Guru di Nirwana, setelah dia menggugat kekuasaan absolut para penghuni Mahameru yang tidak akan pernah berkesudahan itu.


Singkat kisah, Rahwana kebelet mengawini istri Sri Rama (penjelmaan Batara Wishnu) yang memang tersohor sangat cantik jelita itu. Shinta digondol ke istananya di Kerajaan Alengka yang penuh raksasa jahat sebagai rakyat; tinggallah Rama yang sempat gundah atas penculikan istrinya itu.


Di sini sosok Hanoman, manusia setengah kera (atau kera setengah manusia?) berbulu putih sangat sakti yang turun tangan memimpin langsung penyerbuan pasukan wanara ke Kerajaan Alengka. Pasti sulit dan berdarah-darah, apalagi dia ditugasi mencari dan membawa kembali Shinta dari dalam kepuntren istananya Rahwana itu.


Kembali ke arena tertutup tenis Senayan itu. Panggung dibuka kisah kelahiran dan masa remaja Hanoman; dijumpailah Dewi Indradi tengah melantunkan tembang (dalam bahasa Indonesia).


Resi Gotama, sang suami, murka dan mengutuk dia menjadi patung kecil. Ia juga membuang cupumanik pemberian Batara Surya kepada sang dewi, istrinya itu. Nun jauh di sana cupumanik itu mendarat dilempar sang suami yang diamuk amarah tak tertahankan.


Pasangan Dewi Indradi-Resi Gotama memiliki anak kembar, Subali dan Sugriwa. Mereka tahu kesaktian cupumanik pemberian Batara Surya itu; dan mereka mengejar benda sakti itu. Cupumanik berubah seketika menjadi danau begitu mendarat di tanah.


Subali-Sugriwa menyeburkan diri ke dalam air telaga yang sejuk di tengah alas lebat itu. Muncul kembali, mereka menjelma menjadi kera. Mereka tidak sendirian, karena sang kakak tertua, Dewi Anjani, mencari pasangan kembar itu;


Dewi Anjani yang kelelahan mengejar kedua adiknya pun membasuh mukanya di telaga itu dan turut berubah menjadi kera. Menjeritlah mereka bertiga mendapati sosoknya berubah menjadi kera. Tinggallah penyesalan di hati sang ayah, Resi Gotama.


Para dewa di Nirwana cukup adil, memberi cara mengembalikan keadaan tiga bersaudara itu. Subali bertapa dengan satu kaki diangkat, Sugriwa menggantung terbalik di pohon laiknya kelelawar, dan Anjani berendam di sungai dalam tapa bratanya.


Keteguhan hati dan tekad baja ketiga bersaudara itu mengguncang nirwana. Batara Guru-pun menyimak yang terjadi di tengah umat di mayapada itu. Dia tertarik dengan pengorbanan dan kesungguhan Anjani sehingga berkenan menjadikan dewi belia usia itu menjadi permaisurinya di Kahyangan.


Dari pasangan Dewi Anjani-Batara Guru itulah lalu lahir Hanoman; tidak heran betapa sakti dia di kemudian hari. Ratapan Anjani menarik Batara Guru (Daniel Torres) dan ia pun mengangkat Anjani sebagai permaisurinya.


Dari pasangan itu, lahirlah Hanoman (Volland Humonggio) yang berwujud kera putih.


Hanoman remaja telah membuktikan kesaktiannya pada Batara Chandra (Piyu), Batara Bayu (Brian Justin Crumb), dan Batara Indra (Sydney James). Ia pun harus menghadapi Prabu Mahesa Sura (Aqi Alexa) dan Jatasura (Anji) yang menggempur kahyangan.


Sesuai namanya, drama sinema karya Mirwan Suwarso ini menyuguhkan musik selama lakon berlangsung. Adegan pembuka pun diawali nyanyian Dewi Indradi dalam bahasa Indonesia.


Iringan musik bernuansa rock orkestra dari Aksan Sjuman menemani para aktor dan aktris menyanyikan lagu mereka.


Aksan dengan apik meramu modifikasi nada-nada gamelan pentatonik dengan sentuhan musik rock yang sangat terdengar melalui petikan gitar. "Saya modifikasi supaya bisa pas dengan konsep musik yang universal," tutur Aksan saat jumpa pers beberapa waktu yang lalu.


Karya Aksan salah satunya tampil pada perebutan cupumanik. Di sinilah aktor dan aktris yang bule-bule itu menembang dalam bahasa Inggris berlatar pengiring pentatonik gamelan Jawa, dengan cita-rasa rock.


Ketika layar besar di belakang panggung menampilkan adegan dalam wayang kulit, tembang Jawa yang umumnya diiringi gamelan pun diganti dengan orkestra. Musik rock juga mengiringi adegan pertempuran, seperti ketika serbuan pasukan Prabu Mahesa Sura dan Jatasura ke kahyangan.


Bahkan Anji dan Aqi Alexa yang memang penyanyi pun harus bernyanyi dengan suara parau dan garang, bukan dengan suara apik yang biasa mereka tampilkan saat manggung.


Dalam serbuan Mahesa Sura dan Jatasura ke kayangan, Dewa Chandra mengiringi pertempuran itu dengan petikan gitar rock. Pertempuran berlangsung di bagian tengah panggung, sedangkan Batara Chandra memainkan gitarnya di panggung kecil yang terletak di sayap kanan.


Mirwan Suwarso memang akan menjual drama ini ke pentas dunia. Usai penampilan perdana mereka di Jakarta Sabtu (23/2) sore, ia akan membawa itu ke beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Italia, dan Australia.


Dialog dalam pertunjukan ini pun bisa dibilang 80 persen menggunakan bahasa Inggris meski lakon ini terkenal dalam pewayangan Jawa. Unsur Jawa selain terdengar dari musik, juga terlihat dalam kostum yang digunakan para pemain.


Minimnya penggunaan bahasa Jawa, yang sesekali terdengar melalui lagu atau dalang yang menjadi narator, membuat penonton bertanya-tanya apakah ini mengangkat budaya Jawa ke dalam pertunjukkan tersebut atau sekedar menunjukkan unsur Indonesia ketika dibawa ke kancah dunia nanti.


Saat jumpa pers sesaat setelah pertunjukan usai, Mirwan mengaku pertunjukan ini memang bukan tentang budaya Jawa. Pertunjukan ini memiliki sasaran untuk memperkenalkan budaya Indonesia kepada generasi muda yang belum mengenal budayanya sendiri.


"Harapannya mereka suka dan jadi kenal," katanya. Selain bahasa Inggris dan Jawa, bahasa Indonesia juga ada dalam pertunjukan ini meski porsinya tidak sebanyak bahasa Inggris.


Penggunaan bahasa Indonesia oleh beberapa aktor asing, misalnya Laura Vall yang menjadi Anjani layak diapresiasi. Ia secara fasih, untuk ukuran orang asing, menyanyikan beberapa lagu dalam bahasa Indonesia.




Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013