Kita harus bersatu untuk menghadapi para pemilik senjata nuklir hanya dengan begitu kita dapat melapangkan jalan menuju wilayah bebas senjata nuklir.

Jakarta (ANTARA) - Rangkaian Pertemuan ke-56 Menteri Luar Negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (AMM) diselenggarakan di Jakarta, 10-14 Juli 2023.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyambut kedatangan para Menlu ASEAN
pada Selasa, menjelang Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM) ke-56 di Jakarta.

Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn tiba lebih awal, diikuti Menlu Filipina Enrique A. Manalo, Menlu Timor Leste Bendito Freitas, Menlu Laos Saleumxay Kommasith, dan Menlu Brunei Darussalam Dato Erywan Pehin Yusof.

Dari 10 negara anggota ASEAN, hanya Myanmar yang tidak hadir dalam pertemuan tersebut, menyusul keputusan organisasi regional itu untuk tetap mengecualikan perwakilan politik Myanmar dalam berbagai pertemuan tingkat tinggi akibat sikap junta yang tak kunjung menerapkan Konsensus Lima Poin.

Melalui penyelenggaraan AMM ke-56, Indonesia ingin menegaskan kembali peran ASEAN sebagai kontributor perdamaian dan stabilitas.

Baca juga: Menlu: ASEAN punya 'political will' kuat demi kawasan bebas nuklir

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa perdamaian dan stabilitas, yang berhasil dipertahankan selama lebih dari lima dekade, telah membawa kemakmuran di kawasan Asia Tenggara.

Rangkaian AMM, yang dilanjutkan dengan pertemuan para Menlu ASEAN dengan negara-negara mitra dialog, terdiri atas total 18 pertemuan, yaitu pertemuan untuk membahas Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ), pertemuan dengan Komisi Antarpemerintah ASEAN untuk HAM (AICHR), AMM dalam format sidang paripurna (plenary), dan sesi pengkajian (retreat).

Selain menegaskan tentang perdamaian dan stabilitas, Menlu RI pun mendorong ASEAN untuk menjadi kawasan yang bebas nuklir dan mempromosikan hak asasi manusia (HAM).

Untuk itu, saat menyampaikan pidato dalam pertemuan para Menlu ASEAN yang bertindak sebagai Komisi Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ), Menlu Retno menegaskan bahwa Asia Tenggara harus dijaga menjadi kawasan bebas senjata nuklir.

Dia memperingatkan bahwa saat ini risiko penggunaan senjata nuklir lebih tinggi sepanjang sejarah.

"Tidak ada senjata yang lebih kuat dan merusak daripada senjata nuklir. Dan dengan senjata nuklir, kita hanya berjarak satu kesalahan perhitungan dari kiamat dan bencana global," ujar Retno.

Perjanjian Asia Tenggara sebagai Zona Bebas Nuklir atau dikenal sebagai Perjanjian Bangkok ditandatangani pada 1995 oleh seluruh negara anggota ASEAN.

Perjanjian tersebut menetapkan bahwa negara-negara yang menandatangani traktat tersebut tidak dapat "mengembangkan, membuat, atau memperoleh, memiliki, atau memiliki kendali atas senjata nuklir", "menempatkan atau mengangkut senjata nuklir dengan cara apa pun", atau "menguji atau menggunakan senjata nuklir."

Baca juga: Menlu Retno: Asia Tenggara harus menjadi kawasan bebas nuklir

Menurut Menlu Retno, SEANWFZ selama ini telah berkontribusi pada upaya memelihara perdamaian dan stabilitas kawasan melalui rezim perlucutan senjata dan nonproliferasi global.

Namun, dia menyesalkan bahwa 25 tahun setelah penandatanganan Protokol Traktat SEANWFZ, tidak ada satu pun negara pemilik senjata nuklir yang menandatanganinya.

Padahal, protokol itu dibuat untuk mengajak lima pemilik senjata nuklir yaitu China, Rusia, Prancis, Inggris, dan AS untuk mewujudkan kawasan bebas nuklir di Asia Tenggara.

Meskipun demikian, Retno menegaskan bahwa ASEAN harus terus melangkah maju untuk mencapai tujuan tersebut mengingat ancaman yang semakin dekat.

"Kita harus bersatu untuk menghadapi para pemilik senjata nuklir hanya dengan begitu kita dapat melapangkan jalan menuju wilayah bebas senjata nuklir," ucapnya.

Hak asasi manusia
Selanjutnya, dalam Pertemuan Menlu ASEAN dengan perwakilan Komisi Antarpemerintah ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (AICHR), Indonesia pun mendorong kemajuan di bidang hak asasi manusia secara berkelanjutan.

Pada kesempatan itu, Menlu Retno menegaskan bahwa ASEAN tidak boleh mengabaikan isu HAM yang terjadi di kawasan.

Pemerintah Indonesia, sebagai pemegang keketuaan ASEAN tahun ini, mengingatkan bahwa perbedaan di antara anggota ASEAN seharusnya tidak menjadi alasan untuk meninggalkan masalah HAM yang mendesak di Asia Tenggara.

Untuk itu, kata Retno, ASEAN harus memanfaatkan dialog untuk memastikan kemajuan berkelanjutan di bidang hak asasi manusia.

Dialog HAM ASEAN, menurut dia, adalah bukti kedewasaan ASEAN untuk terlibat dalam dialog yang jujur dan terbuka tanpa menyudutkan dan mempermalukan siapa pun. Retno pun mendorong dialog itu dilakukan secara rutin.

"Kami bertujuan untuk merilis Deklarasi Pemimpin tentang Dialog HAM ASEAN," ujarnya.

Selanjutnya, di tengah krisis yang semakin besar dan persaingan yang memperburuk tantangan HAM secara global, Retno berharap ASEAN bisa memberikan contoh nilai-nilainya secara global dalam memprioritaskan keterlibatan yang konstruktif, alih-alih melakukan saling tuding.

"ASEAN juga harus bersatu dalam menolak politisasi dan standar ganda sambil membuktikan kemampuan kita untuk mengatasi masalah di kawasan kita sendiri," ucap Retno.

Baca juga: Retno: ASEAN tak boleh abaikan isu HAM di kawasan

Terkait peningkatan peran AICHR, Retno mengharapkan program-program AICHR tidak terbatas pada peningkatan kapasitas saja, tetapi bisa berupa inisiatif-inisiatif lain yang memiliki dampak nyata.

Menutup pertemuan itu, Menlu Retno menyampaikan bahwa AICHR harus terus mempromosikan nilai-nilai HAM yang sesuai dengan konteks regional.

Dia menambahkan bahwa AICHR juga perlu terus menyuarakan pemajuan dan perlindungan HAM yang konstruktif, objektif, dan proporsional di tiga Pilar Komunitas ASEAN yang sejalan dengan Rencana Aksi 2021-2025.

"Saya ingin menegaskan kembali kesiapan Indonesia untuk bekerja sama dalam mencapai upaya penting untuk pemajuan dan perlindungan HAM ini," tutur Retno.

Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun ini menetapkan tema ASEAN Matters: Epicentrum of Growth dengan fokus mengarahkan kerja sama untuk memperkuat relevansi ASEAN dalam merespons tantangan kawasan dan global serta memperkuat posisi ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan.

Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023