Anak-anak di Papua kalau ditanya cita-cita, jawabannya masih sebatas yang mereka tahu, misalnya guru, polisi, atau pendeta

Jakarta (ANTARA) - Hope Ambassador Wahana Visi Indonesia yang juga seorang penyanyi tanah air, Monita Tahalea mengatakan bahwa literasi penting dibangun untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan anak-anak.

Monita menceritakan pengalamannya setelah terjun langsung untuk menjalankan program peningkatan literasi di Papua bersama salah satu organisasi kemanusiaan Kristen, Wahana Visi Indonesia (WVI).

“Kemarin kami baru saja melihat langsung ke beberapa wilayah di Papua, salah satunya Biak, jadi di sana itu, anak-anak untuk mengeja nama saja masih terbatas, padahal pengenalan akan identitas diri itu penting, karena itu tanda literasi terbangun, dan kalau sudah terbangun, kepemimpinannya juga tumbuh,” kata Monita dalam konferensi pers yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.

Menurut Monita, jika anak-anak telah terbangun identitas dirinya, maka mereka tidak akan takut bertanya, lebih berani, dan bisa menentukan cita-cita hidup di luar yang selama ini mereka lihat sehari-hari.

“Mereka kalau bisa baca, wawasannya pasti lebih luas, bayangan tentang dunia ini juga pasti lebih luas lagi. Anak-anak di Papua kalau ditanya cita-cita, jawabannya masih sebatas yang mereka tahu, misalnya guru, polisi, atau pendeta,” ujar dia.

“Padahal ada banyak yang bisa dieksplorasi, kalau kita bisa mendukung untuk meningkatkan literasi mereka, pasti kesejahteraan mereka untuk masa depan jadi bisa terjamin, pilihan cita-cita yang diambil juga pasti lebih banyak,” imbuhnya.

Ia menuturkan, banyak kondisi yang mempengaruhi anak untuk punya kebiasaan membaca, salah satu yang paling berpengaruh adalah lingkungan ekologis di sekitar anak tersebut tumbuh.

“Masyarakat di desa itu ternyata juga punya kerinduan yang sangat besar agar anak-anak bisa membaca, semangat anak-anak cukup besar, tetapi mereka butuh dukungan dari lingkungan ekologisnya,” ucap dia.

Education Team Leader Wahana Visi Indonesia Marthen S. Sambo menyampaikan bahwa peningkatan literasi yang dilakukan oleh WVI di Papua yakni membuat kampung literasi secara holistik.

“Kampung literasi holistik yang kita bentuk ini artinya membangun ekosistem literasi yang menyeluruh, mulai dari lingkungan ekologis yang paling dekat yakni orang tua, sekolah, dan kampungnya. Jadi ada kolaborasi dari semua kepentingan di kampung yang fokus untuk peningkatan literasi,” kata Marthen.

Ia menegaskan, kolaborasi menjadi inti untuk mengajak komunitas setempat dan pemerintah daerah untuk ikut berpartisipasi aktif meningkatkan literasi di Papua.

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI menyatakan bahwa pemerintah tak bisa menghidupkan literasi, salah satunya di bidang sastra tanpa peran serta komunitas.

"Prinsip Kemendikbudristek yang selalu dipegang teguh itu gotong royong, kolaborasi, dan kerja sama, jadi pemerintah tidak mungkin berhasil membina sastra, tanpa komunitas-komunitas yang menghidupkannya," kata Sekjen Kemendikbudristek Suharti di Jakarta.

Untuk meningkatkan minat pada literasi dan menghidupkan komunitas, Kemendikbudristek RI memberikan bantuan dana kepada 12 komunitas sastra dengan total dana lebih dari Rp1 miliar.

"Bantuan ini silakan dimanfaatkan sebaik-baiknya, dan digunakan untuk kegiatan apa pun yang menghidupkan sastra," ucap dia.

Baca juga: MyRepublic mulai menyasar UMKM lewat literasi digital
Baca juga: SimInvest dan Asuransi Sinar Mas ajak generasi muda melek investasi
Baca juga: Kemenko Ekonomi dorong literasi digital guna percepat adopsi teknologi

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023