Jakarta, 8/3 (ANTARA) - Futurolog memprediksi Indonesia bakal menjadi kekuatan besar dunia. Bahkan lembaga studi ternama McKinsey Global Institute, dalam laporannya "The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia's Potential" menyebutkan tahun 2030 ekonomi Indonesia akan menempati posisi ke-7 Dunia, mengalahkan Jerman dan Inggris. Pada tahun 2030 tersebut perekonomian Indonesia akan ditopang empat sektor utama yaitu bidang jasa, pertanian, perikanan serta sumber daya alam. Demikian dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo, saat memberikan arahan dalam Rapat Kerja Teknis Terpadu 7 (Tujuh) Unit Kerja Eselon I Lingkup KKP, di Bandung (07/03).

Menurut Sharif, sejalan dengan perkembangan ekonomi dunia, era globalisasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat telah membawa perubahan yang sangat cepat dan dinamis pada tatanan global dan nasional. Dari sisi preferensi ketersediaan pangan yang menjadi kebutuhan utama manusia, telah terjadi pergeseran mindset ke pola makan sehat dari daging merah kedaging putih atauikan. Seiring dengan itu, kebutuhan akan produk perikanan yang bermutu, aman dikonsumsi dan memiliki nilai tambah akan semakin tumbuh. Perubahan lingkungan strategis ini menjadi peluang, sekaligus tantangan bagi Indonesia untuk melakukan percepatan pembangunan kelautan dan perikanan. "Sejalan dengan perubahan paradigma tersebut , berarti kebijakan industrialisasi kelautan dan perikanan yang kini menjadi fokus KKP, menjadi pilihan terbaik dan harus sukses dijalankan," tegas Sharif.

Sharif menjelaskan, inti dari industrialisasi adalah peningkatan efisiensi, daya saing, sinergitas hulu - hilir, serta keseimbangan supply - demand. Dengan kebijakan industrialisasi, usaha perikanan domestik harus semakin berkembang, memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian nasional, serta mampu mensejahterakan para pelakunya. Untuk itu industrialisasi kelautan dan perikanan harus didasari konsepsi pembangunan berkelanjutan atau sustainable development. Konsep ini penting untuk mengoreksi pola industrialisasi konvensional yang sering merusak lingkungan, boros sumberdaya dan energi, dan menimbulkan kesenjangan sosial. "Karena itulah, industrialisai yang dijalankan harus berparadigma blue economy, serta industrialisasi tersebut diprioritaskan pada kawasan minapolitan. Sebab pada dasarnya blue economy adalah paradigma dan prinsip yang kompatibel dengan pendekatan industrialisasi dan minapolitan.," ujarnya.

Terkait dengan hal tersebut, jelas Sharif, fokus pembangunan tahun 2013 - 2014 dilaksanakan melalui strategi industrialisasi kelautan dan perikanan dengan menerapkan prinsip - prinsip ekonomi biru. Adapun beberapa elemen penting konsep ini diantaranya, pengembangan kawasan sebagai sinergi minapolitan, industrialisasi dan penerapan prinsip blue economy. Kedua, pengentasan kemiskinan melalui PNPM Mandiri KP dan Peingkatan Kehidupan Nelayan (PKN). Ketiga, pengembangan sarana dan prasarana di 3 Koridor Ekonomi Papua - Papua Barat (P4B), serta Maluku sebagai lumbung ikan nasional. "Fokus lain adalah peningkatan iptek, SDM, penyuluhan perikanan dan pengembangan karantina ikan serta peningkatan kualitas lingkungan di wilayah pesisir dan pulau - pulau kecil," paparnya.


Sinergi Yang Baik

Sharif menegaskan, terkait dengan konsep tersebut, pelaksanaan Rakernis 7 (tujuh) unit eselon I secara terpadu, yakni Ditjen Perikanan Tangkap, Ditjen Perikanan Budidaya, Ditjen P2HP, Ditjen KP3K, Ditjen PSDKP, BPSDM - KP dan BKIPM, menunjukkan jalinan integrasi hulu-hilir sebagaimana dicanangkan dalam industrialisasi. Dan tentunya lebih hemat sebagaimana diajarkan dalam konsep blue economy. "Saya sangat mengapresiasi atas inisiatif pelaksanaan Rakernis secara terpadu. Hal ini merupakan salah satu wujud sinergi yang sangat baik di antara unit kerja lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan. Semangat sinergitas ini saya harapkan dapat terus dikembangkan, bukan hanya di pusat, tetapi juga di daerah," tandas Sharif.

Menurut Sharif, sinergi tujuh unit kerja KKP sangat penting. Dimana satu dengan yang lain akan saling terkait dan saling membutuhkan. Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya, sebagai penghasil komoditas ikan perannya sangat penting dan strategis untuk menjamin pasokan kebutuhan ikan, baik untuk bahan baku industri pengolahan maupun konsumsi mayarakat. Namun tentunya, komoditas ikan yang dihasilkan bukan hanya semata - mata dilihat dari sisi kuantitas, melainkan juga harus ada jaminan mutu serta memperhatikan aspek keberlanjutannya dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. "Untuk itu, peran pengawasan menjadi sangat penting," ujarnya.

Ditambahkan, hal lain yang tak kalah penting adalah penataan ruang. Tanpa penataan ruang akan muncul beragam potensi dampak buruk, seperti konflik antar pelaku usaha, menurunnya tingkat kelimpahan dan keanekaragaman sumberdaya, serta rendahnya investasi akibat ketidakpastian hukum. Kehadiran UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan pulau - pulau Kecil bersamaan dengan UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang, dimaksudkan agar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di darat terintegrasi dengan Rencana Zonasi laut, sehingga Peraturan Daerah (PERDA) tentang Penataan Ruang seharusnya juga mencakup RTRW darat dan zonasi laut. "Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya mengharapkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang belum memiliki Peraturan Daerah Rencana Zonasi agar lebih proaktif dalam percepatan Peraturan Daerah Rencana Zonasi Laut tersebut," katanya.

Dijelaskan, sebagai bagian dari industrialisasi, implementasi Sistem Logistik Nasional (SLIN) yang dapat mengelola rantai pasok (supply chain) dengan baik , mulai dari hulu sampai hilir menjadi suatu keniscayaan untuk diterapkan. Hal utama yang perlu menjadi perhatian dalam SLIN adalah kebersatuan informasi antara usaha penangkapan dan budidaya dengan usaha pengolahan dan pemasaran yang didukung dengan sistem dan infrastuktur yang memadai. "Di samping itu, keberhasilan pelaksanaan SLIN harus didukung pula dengan pengembangan jejaring pemasaran, peningkatan promosi, branding dan standardisasi, serta diversifikasi dan peningkatan akses pasar di dalam dan luar negeri," jelasnya.

Sharif menambahkan, pengembangan karantina ikan dan pengendalian mutu juga terus digalakkan. Pengembangan dimaksud terutama difokuskan untuk mewujudkan hasil perikanan yang berkualitas dan berdaya saing, memiliki akseptabilitas yang tinggi di pasar nasional dan internasional melalui jaminan kesehatan, mutu dan keamanan hasil perikanan. Disamping itu, pengembangan karantina juga mendukung upaya perlindungan kelestarian sumberdaya perikanan melalui pengendalian impor hasil perikanan berbasis scientific barrier dan pengendalian penyebaran hama penyakit ikan karantina. "Tentu, kita juga tidak lupa dengan pengembangan sumberdaya manusianya. Dan untuk itu, peran penyuluh semakin penting terutama untuk mengawal dan mensukseskan program - program Kementerian Kelautan dan Perikanan," ujarnya.

Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Indra Sakti, SE, MM, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan


Data Tambahan

Hasil pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2012. Beberapa indikator makronya adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan PDB Perikanan tahun 2011-2012 mencapai 6,48%. Pertumbuhan PDB perikanan tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan PDB nasional sebesar 6,23% dan jauh di atas pertumbuhan PDB pertanian yang hanya sebesar 3,97%.

2. Produksi perikanan tahun 2012 mencapai 15,26 juta ton, dimana produksi perikanan tangkap menyumbang sebesar 5,81 juta ton dan perikanan budidaya sebesar 9,45 juta ton. Capaian produksi perikanan ini telah melampaui target yang ditetapkan tahun 2012 yakni sebesar 14,86 juta ton.

3. Produksi garam rakyat pada tahun 2012 sebesar 2,02 juta ton atau sebesar 153,03% dari target yang telah ditetapkan. Pada tahun 2012 tersebut tercapai swasembada produksi garam konsumsi.

4. Nilai ekspor hasil perikanan tahun 2012 mencapai USD 3,93 miliar atau naik 11,62% dibanding tahun sebelumnya, sedangkan nilai impor hasil perikanan menurun sebesar 15,43%. Dengan demikian, terjadi surplus neraca perdagangan perikanan sebesar USD 3,52 miliar atau 81,11% di saat neraca perdagangan nasional menunjukkan defisit sebesar USD -1,33 miliar.

5. Tingkat konsumsi ikan per kapita juga menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, pada 2010-2012 rata-rata naik sebesar 5,44% per tahun. Pada tahun 2012, capaian tingkat konsumsi ikan mencapai 33,89 kg / kapita atau sebesar 102,26 % dari target yang telah ditetapkan tahun sebelumnya sebesar 33,14 kg/kapita.

6. Terkait dengan nilai tukar nelayan (NTN), capaian di tahun 2012 masih dibawah target yakni sebesar 105,37 atau sebesar 95,79% dari target yang ditetapkan, sehingga masih diperlukan kerja keras kita semua, disertai dengan penguatan sinergi pusat - daerah dan lintas sektor agar NTN dapat terus ditingkatkan dari waktu ke waktu.

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013