Jakarta (ANTARA) - Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU) segera mengonsolidasikan data-data dari Kementerian Keuangan dan aparat penegak hukum (APH) seperti Polri dan Kejaksaan untuk mengecek kembali temuan transaksi janggal dari PPATK yang telah tertangani.
Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU Sugeng Purnomo saat jumpa pers di Kantor PPATK, Jakarta, Senin, menyampaikan dari 300 laporan hasil analisis (LHA), laporan hasil pemeriksaan (LHP) dan informasi yang diserahkan PPATK ke Kementerian Keuangan serta aparat penegak hukum, ada beberapa yang telah ditindaklanjuti oleh masing-masing instansi tersebut.
"Ini 300 (LHA, LHP, informasi dari PPATK) yang sudah begitu lama, meskipun sebenarnya fakta membuktikan dari 300 itu setelah didetailkan ada surat-surat yang telah diselesaikan, tetapi tidak diberitahukan atau dilaporkan (kembali ke) PPATK. Ini sebenarnya bisa mempercepat (pemeriksaan transaksi janggal yang didalami kembali oleh Satgas TPPU, red.). Tetapi, kami tidak merilis dulu sebelum datanya riil, karena tadi kami coba mencocokkan data, dan saya minta dilakukan konsolidasi data kembali untuk memastikan," kata Sugeng Purnomo.
Dia melanjutkan sejak dibentuk pada 3 Mei 2023 Satgas TPPU telah berkeliling ke instansi-instansi di Kementerian Keuangan seperti Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorat Jenderal Pajak, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, Kejaksaan, Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memastikan LHA, LHP, dan informasi dari PPATK telah ditindaklanjuti.
"Dari Inspektorat Jenderal itu sudah menyelesaikan beberapa laporan yang sudah ditargetkan saat itu, di mana memang ada informasi terkait penyelesaiannya, baik berupa penyelesaian yang berujung pada penjatuhan hukuman disiplin maupun terkait adanya dugaan tertentu yang diserahkan kepada pihak yang lebih berwenang," tutur Sugeng.
Baca juga: Satgas TPPU atur pertemuan lanjutan dalami transaksi Rp189 triliun
Baca juga: Mahfud ingatkan jangan ada pejabat rintangi pengungkapan TPPU
Kemudian, Direktorat Jenderal Pajak juga menindaklanjuti beberapa LHA, LHP, dan informasi dari PPATK, yang hasilnya untuk kegiatan pengampunan pajak (tax amnesty), penjatuhan hukuman disiplin, dan audit.
"Masih berproses juga kegiatan audit yang dilakukan terkait dengan dugaan adanya pelanggaran Undang-Undang Perpajakan. Ini masih berproses," ucap Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU.
Kemudian, Direktorat Jenderal Bea Cukai pun melaporkan kepada Satgas TPPU beberapa laporan dari PPATK itu kasusnya masuk pengadilan dan telah diputus oleh majelis hakim.
"Tadi disampaikan bahwa dari beberapa surat yang diterima itu sudah ada putusan pengadilan yang disebutkan tadi di dalam laporannya terkait dengan cukai maupun TPPU," tambah Sugeng.
Satgas TPPU bentukan Menko Polhukam Mahfud MD telah memilah 300 LHA, LHP, dan informasi dari PPATK terkait transaksi mencurigakan yang nilainya totalnya mencapai Rp349 triliun. Dari 300 LHA, LHP, dan informasi itu, 18 di antaranya menjadi prioritas kerja Satgas TPPU sampai akhir 2023.
"Dari 18 LHA, LHP, dan informasi yang kami tetapkan sebagai skala prioritas itu nilainya mencapai Rp281,6 triliun. Maka itu, artinya dari Rp349 triliun itu persentase-nya sudah mencapai sekitar 80 persen," ujar Sugeng dalam jumpa pers yang berbeda bulan lalu (8/6).
Dari 18 laporan yang menjadi prioritas pemeriksaan itu, jelas Sugeng, sebanyak 10 laporan di antaranya merupakan laporan dari PPATK yang diserahkan kepada instansi-instansi di Kementerian Keuangan, yaitu Bea Cukai, Ditjen Pajak, dan Inspektorat Jenderal Kemenkeu. Laporan-laporan itu ditangani oleh Kelompok Kerja (Pokja) 1 Satgas TPPU.
Baca juga: Satgas TPPU soroti akuntabilitas tindak lanjut laporan PPATK
Kemudian, sebanyak delapan laporan telah diserahkan PPATK kepada aparat penegak hukum, yang selanjutnya laporan-laporan itu menjadi tanggung jawab supervisi Pokja 2 Satgas TPPU.
Rinciannya, sebanyak empat laporan ditangani kepolisian dan empat laporan ditangani kejaksaan.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023