Pastikan pengelolaan daging terjamin higienis dan terbebas dari infeksi antraks. Kondisi daging, juga harus tetap segar yang ditandai dengan berwarna merah, bukan pucat ataupun kehitaman

Jakarta (ANTARA) - Dokter sekaligus pemerhati kesehatan Reisa Broto Asmoro meminta seluruh keluarga di Indonesia untuk tidak sembarangan mengonsumsi daging hewan apapun untuk mencegah infeksi spora antraks (anthrax) semakin meluas.

“Kita pasti tahu selain menjaga lingkungan, makanan juga harus dipastikan bergizi dalam arti erat kaitannya selain kandungannya juga kebersihannya yang berkaitan dengan merebaknya Antraks ini,” katanya dalam Siaran Sehat yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.

Belajar dari kasus di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta beberapa waktu lalu, ia mengimbau masyarakat untuk tidak mengonsumsi daging hewan ternak yang sudah secara jelas dinyatakan mati atau dikubur untuk dimakan kembali.

"Pastikan pengelolaan daging terjamin higienis dan terbebas dari infeksi antraks. Kondisi daging, juga harus tetap segar yang ditandai dengan berwarna merah, bukan pucat ataupun kehitaman," katanya.

Terkait tekstur daging ketika dibeli di pasar atau pusat perbelanjaan lainnya, Reisa menyarankan agar masyarakat memilih daging yang memiliki tekstur kenyal, tidak lembek, tidak lengket dan menyisakan cairan berbau di tangan.

“Daging juga tidak menyisakan cairan di tangan kita atau lendir. Itu artinya segar, begitupun dengan aroma dagingnya, pastikan juga berbau segar, tidak bau menusuk dan tidak berakhir kalau beli daging kita suka lihat ada cairan di sekitarnya. Kalau cairannya itu bukan darah, tapi sarinya berarti dia sudah cukup lama terkontaminasi sama udara di luar ruangan, jadi jangan dikonsumsi,” tambahnya.

Sedangkan untuk daging yang berbentuk kemasan, masyarakat diminta untuk lebih teliti memeriksa tanggal kedaluwarsa sebelum dikonsumsi oleh anggota keluarga.

Ia juga menganjurkan agar masyarakat menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), supaya terhindar dari penularan Antraks yang ketika bakterinya terkena udara, maka akan berubah menjadi spora dengan daya tahan yang mencapai puluhan tahun meski hewan telah dikubur dalam tanah.

“Pastikan kita mencuci tangan dengan air mengalir dan gunakan sabun. Kemudian hindari juga mengambil atau mengolah bahan makanan di tempat yang tidak higienis,” kata Reisa Broto Asmoro , yang juga Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 itu.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi menambahkan bahwa pemotongan daging memiliki tata cara yang cukup kompleks.

Pemotongan daging disarankan dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH), karena di sana ada ruang khusus untuk para ahli melakukan pelayuan daging, yakni daging sapi yang sudah dipotong digantung terlebih dahulu selama 24 jam untuk memastikan darah telah mengering dan meminimalisir penyakit yang ada dalam daging.

“Kalau lihat umumnya daging yang sudah di layu sebenarnya dagingnya ini sudah lebih empuk. Tapi di Indonesia ini agak terbalik, jadi yang dianggap daging segar itu daging yang baru dipotong langsung dipotong-potong, jadi tidak sempat masuk ke dalam proses pelayuan tadi,” katanya.

Antraks adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri bernama Bacillus Anthracis yang umumnya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba, dan lainnya serta dapat menular ke manusia, demikian Imran Pambudi.
​​​​​​​
Baca juga: Wapres: Isolasi kawasan dengan temuan penyakit antraks

Baca juga: Dinkes Gunungkidul-DIY uji sero untuk survei warga terpapar antraks

Baca juga: Tangerang tutup masuknya ternak dari Gunung kidul terkait antraks

Baca juga: Dinkes Gunungkidul usulkan penetapan KLB Antraks ke bupati

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2023