Sekarang kita bahas dulu solusi untuk membuat sungai alternatif. Supaya kapal nelayan bisa keluar ke laut. Untuk kompensasi nanti saja dibicarakan,"
Penajam (ANTARA News) - Puluhan nelayan di Kelurahan Nenang, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) menuntut ganti rugi karena hampir seminggu mereka tidak bisa melaut akibat jalur keluar masuk kapal di Sungai Nenang tertutup.

Permintaan ganti rugi disampaikan masyarakat nelayan saat melakukan pertemuan dengan Ketua DPRD Nanang Ali, Senin (11/3) sore.

Jalur di bawah jembatan Sungai Nenang di Jalan Coastal Road tertimbun tebing sungai yang runtuh karena pangkal jembatan miring dan bergeser.

Besaran ganti rugi yang dituntut puluhan nelayan RT 06, 07 dan 08, Kelurahan Nenang, itu mencapai Rp15 juta per minggu untuk setiap kapal.

Ganti rugi tersebut, khusus diberikan kepada 15 kapal yang biasa dipakai untuk memasang bubuh, sementara 15 kapal dogol meminta ganti rugi Rp6 juta per minggu.

Tamrin, perwakilan nelayan menuntut agar pemerintah dan kontraktor segera memberikan solusi agar para nelayan bisa segera melaut.

Selain itu, lanjutnya, puluhan nelayan juga meminta kompensasi karena selama sepekan ini mereka merugi karena tak bisa bekerja tersebut.

Menurut perwakilan nelayan lainnya, Hasanuddin, hitungan nelayan untuk setiap kapal khusus mencari ikan menggunakan bubuh dalam seminggu mencapai Rp15 juta, sementara jumlah kapal mencapai 15 unit.

"Untuk kapal pendogol itu dalam seminggu Rp6 juta dan jumlahnya juga 15 kapal. Jadi tolong kami juga diperhatikan," tegasnya.

Ketua DPRD Kabupaten PPU, Nanang Ali menyatakan, dalam pertemuan masih membahas mengenai solusi agar kapal nelayan bisa kelaut. Karena selama ini, kapal tidak bisa melewati sungai yang sudah menyempit dan surut pasca bergesernya abutment jembatan Nenang di RT 08.

"Sekarang kita bahas dulu solusi untuk membuat sungai alternatif. Supaya kapal nelayan bisa keluar ke laut. Untuk kompensasi nanti saja dibicarakan," jelasnya.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten PPU, Mangasi Tambunan menambahkan, pihaknya sudah meninjau lapangan dan berencana untuk membuat sungai depan jembatan. Namun ternyata, bila itu dilakukan ada dua rumah yang harus dibongkar.

"Tapi apakah pemilik rumah mau dibongkar. Nanti malah menimbulkan masalah baru lagi," katanya.

Mangasi mengaku, pihaknya sudah melakukan upaya agar bisa membuat sungai alternatif. Namun, masih kesulitan karena pemilik lahan meminta kompensasi sebesar Rp300 juta.

Namun karena belum ada solusi, kemudian pertemuan ini akan dilanjutkan pada, Rabu (13/3) besok guna membicarakan solusi, termasuk membicarakan mengenai kompensasi yang akan diberikan kepada nelayan.


(KR-NVA/A041)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013