Lebih dari 50 kantor polisi di seluruh negeri itu menutup gerbang mereka dan pasukan keamanan pusat yang ditugasi menghadapi perusuh melakukan pemogokan.
Kairo (ANTARA News) - Polisi di berbagai wilayah Mesir mogok kerja selama beberapa hari, dan mengeluhkan terulangnya bentrokan berdarah sebelum kejatuhan Hosni Mubarak.
Lebih dari 50 kantor polisi di seluruh negeri itu menutup gerbang mereka dan pasukan keamanan pusat yang ditugasi menghadapi perusuh melakukan pemogokan di berbagai gubernuran, demikian dilaporkan Xinhua, Senin.
Polisi mengeluh mereka hanya diperkenankan menggunakan gas air mata dan semprotan air dalam menghadapi perusuh dan kadangkala pengikut kelompok terlarang yang berbaur dengan pemrotes anti-pemerintah.
Mereka menuntut pemecatan menteri dalam negeri dan dilengkapi dengan senjata penangkal yang diperlukan agar mereka bisa menangani pelanggar hukum, penjahat dan perusuh, melindungi warga dan harta serta memelihara keamanan di negeri tersebut.
"Pemogokan oleh polisi normal di tengah kekacauan politik saat ini sebab penjahat bersembunyi dalam protes dan menggunakan senjata api dan senjata lain terhadap pasukan keamanan," kata ahli keamanan Jenderal Salah Samak kepada Xinhua.
Ia menyesalkan apa yang ia gambarkan sebagai "kedok politik" yang diberikan oleh oposisi kepada agresi para perusuh selama protes.
"Penyelesaian bagi krisis keamanan saat ini berawal pada media, yang mesti membedakan antara penjahat dan pemrotes. Selain itu, personel polisi harus diberikan senjata yang layak untuk digunakan melindungi diri mereka dan warga ketika perlu," kata Samak ketika ditanya mengenai jalan ke luar dari masalah keamanan saat ini.
Mengenai peran Angkatan Bersenjata di tengah kurangnya keamanan saat ini, ahli keamanan itu mengatakan kepada Xinhua, "Militer memiliki peran sederhana, yaitu mengamankan lembaga penting pemerintah. Angkatan Bersenjata takkan bisa menangani pelanggar hukum, penjahat, dan preman seperti yang dilakukan polisi."
Perwira Polisi Ahmed Ragab, mantan juru bicara koalisi polisi, mengatakan pemogokan oleh polisi adalah sebagian dan bukan sepenuhnya. Ia mendukung pemogokan tersebut di tengah "masalah politik yang membuat polisi terseret sementara tugas utama mereka ialah menjaga keamanan".
Ragab menyerukan diaktifkannya satu pasal di dalam hukum polisi 1971 yang mengizinkan "penggunaan bertahap senjata oleh polisi" guna menghadapi pelanggar hukum dan penjahat. Penggunaan itu dimulai dengan pentungan, gas air mata, peluru kosong dan akhirnya peluru aktif ketika diperlukan.
(C003)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013