Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Gubernur Kalimantan Timur, Suwarna Abdul Fatah, dalam kasus dugaan korupsi pelepasan izin pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit satu juta hektar. Sebelum ditahan di Mabes Polri, Suwarna telah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka selama 14 jam sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Senin. Usai pemeriksaan, Suwarna yang didampingi oleh empat pengacaranya tidak mau meladeni pertanyaan wartawan. Ia hanya terdiam sambil berjalan tertunduk ke mobil tahanan KPK yang membawanya ke Mabes Polri. Dalam kasus tersebut, KPK telah memeriksa mantan Menteri Kehutanan dan Perkebunan di era Presiden BJ Habibie, Muslimin Nasution, dan Menteri Kehutanan di era Presiden Abdurrahman Wahid, Nurmahmudi Ismail. Proyek pembukaan lahan sejuta hektare diprogramkan oleh Gubernur Suwarna pada 1998 di wilayah Penajam Utara, Berau, Kalimantan Timur. Surya Dumai Group yang membawahi beberapa puluh perusahaan diberi izin untuk mengelola kawasan tersebut menjadi kebun kelapa sawit. Namun pada akhirnya, dari satu juta hektare, hanya 2.000 hektare yang ditanami oleh perusahaan itu sedangkan sisanya hanya diambil kayunya saja. Kasus tersebut sudah dilaporkan oleh Aliansi Penyelemat Kaltim (APK) ke KPK pada 13 Desember 2004. Menurut mereka, hutan di Kaltim menjadi rusak karena ada beberapa penyimpangan dalam perubahan fungsi hutan produksi menjadi kawasan budidaya non-hutan. Menurut APK, pada 1998, tak lama setelah dilantik, Suwarna mecanangkan program satu juta hektar lahan sawit tanpa ada landasan hukum yang sah. Pada 1999, Nurmahmudi mengeluarkan SK No 30/KPTS-II/1999 yang memberi kewenangan pada gubernur untuk memberi hak pengelolaan hutan di bawah 10 ribu hektar. Selanjutnya, Suwarna memberi rekomendasi pembangunan perkebunan kelapa sawit pada Surya Dumai. Atas dasar itu, puluhan perusahaan di bawah Surya Dumai membuka hutan dengan melakukan penebangan kayu. Suwarna tidak hanya mengeluarkan rekomendasi, tetapi juga mengeluarkan IPK kepada Surya Dumai sehingga akhirnya perusahaan juga menjual kayu dari hutan tersebut. Kuasa hukum Suwarna, Sugeng Teguh Santoso, mempertanyakan kliennya yang dijadikan fokus pemeriksaan pertama oleh KPK. Padahal, menurut Sugeng, produk IPK bukan melalui kewenangan kliennya, melainkan dari Departemen Kehutanan melalui Dirjen HPH dan instansi di wilayahnya. Ia juga mengatakan kliennya hanya menjalankan kebijakan politis yang tidak bisa dipidanakan. Menurut Sugeng, Suwarna memang merekomendasikan beberapa perusahaan untuk mendapatkan izin pengelolaan hutan, di antaranya Sebuku, Simanggaris dan Borneo. Namun, Sugeng mengatakan Suwarna tidak tahu bahwa perusahaan tersebut dimiliki oleh pemilik yang sama, yaitu Martias, pemilik Surya Dumai Grup. "Perusahaan itu tidak disebut sebagai `holding` Surya Dumai Grup. Jika pemiliknya sama pun, maka itu tidak otomatis Surya Dumai Grup," ujarnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006